Sendang Hargo Lawu sempat mengalami beberapa perbaikan. Namun demikian tidak mengurangi keaslian dari keberadaan sendang ini. Persis di sebelah selatan, sekitar dua meter dari kolam penampungan dahulunya berdiri pohon beringin besar. Karena kebutuhan untuk memperluas area sendang, oleh masyarakat pohon beringin tua tersebut ditebang. Sebagai gantinya, pohon beringin ditanam kembali di atas mata air di antara barisan pohon bambu.
Setidaknya saya menemukan dua versi cerita lisan terkait keberadaan Sendang Hargo Dumilah ini. Kedua versi cerita tersebut tidaklah jauh berbeda. Sebab muara dari cerita tersebut tetaplah memperlihatkan adanya tokoh-tokoh historis yang sama dalam ketiga versi cerita tersebut. Yakni; keberadaan para pelarian Majapahit (Prabu Brawijaya V dan pengikutnya) dan keberadaan Sunan Kalijaga beserta muridnya, Sunan Geseng di wilayah tersebut. Bahwa ketiganya –sebagaimana cerita lisan yang berkembang—memiliki peran atas keberadaan sendang Hargo Lawu. Tentu diperlukan penelusuran lebih lanjut terkait cerita lisan ini.
Versi pertama menuturkan muasal Sendang Hargo Lawu berasal dari tongkat yang ditanam oleh Sunan Kalijaga supaya dijaga oleh Raden Cokrojoyo (Sunan Geseng). Hal ini dilakukan oleh Sunan Kalijaga sebagai uji kesetiaan seorang murid kepada gurunya sekalipun dalam hatinya Sunan Kalijaga meyakini bahwa muridnya sangatlah setia. Singkat cerita setelah sekian waktu berjalan, Sunan Kalijaga ingat dengan muridnya ini dan melakukan pencarian. Oleh karena lamanya waktu hingga semua tempat telah ditumbuhi pohon-pohon bambu dan semak belukar. Sunan Kalijaga kemudian membakar sekitar tempat itu berharap muridnya ditemukan. Setelah sekian waktu, tampak terlihat seseorang yang masih dalam posisi bertapa menjaga tongkat tapi seluruh badannya gosong akibat pembakaran semak belukar dan pohon-pohon bambu. Konon, dibawalah tubuh Raden Cokrojoyo itu ke sendang penguripan untuk dibersihkan karena tubuhnya yang menghitam (Gosong). Dari sinilah nama Sunan Geseng itu bermula. Sementara tongkat yang ditanam tersebut dicabut oleh Sunan Kalijaga, dari lubang tongkat yang tercabut itulah keluar mata air yang kemudian dikenal sebagai Sendang Hargo Lawu.
Versi kedua, Sendang Hargo Lawu ini sudah ada sejak lama. Bahkan sebelum Brawijaya V dan Sunan Kalijaga serta Sunan Geseng singgah di mata air ini untuk bersuci. Singkat cerita, dalam pengembaraannya, Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng, dalam rangka menyiarkan Islam di wilayah tersebut, mampir di Sedang Hargo Lawu setelah sebelumnya singgah di mata air Comberan di Gunung Nglanggeran dan mata air Slumprit. Konon, nama sendang Hargo Lawu sendiri merupakan pemberian dari Sunan Geseng untuk menghormati ayahandanya, yang tak lain adalah Prabu Brawijaya V. penamaan tersebut sebagai bentuk penghormatan Sunan Geseng kepada ayahandanya yang konon pernah bermeditasi di mata air ini.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas panjang lebar kedua versi cerita tersebut. Kedua versi cerita tersebut biarlah menjadi semacam tradisi sastra lisan yang berkembang di wilayah ini tentang bagaimana sendang Hargo Dumilah ini terbentuk. Semoga di lain waktu masyarakat dan atau para pemangku kepentingan memiliki ketertarikan untuk menuliskan tradisi lisan ini sebagai bentuk pendokumentasian atas sumberdaya yang ada di wilayah ini.
==000===
Sampai di sini, keberadaan Sendang Hargo Dumilah di Dusun Plesedan ini begitu penting bagi masyarakat sekitar dan bahkan perkampungan di bawahnya. Dengan aliran air yang tak pernah kering, sendang ini kemudian dibuatkan kolam penampungan sekitar 3x3 meter. Dari kolam penampungan ini, air didorong oleh mesin pompa mengaliri lebih dari 80KK di Dusun Plesedan. Sendang Hargo Lawu tidak hanya memberi keberkahan warga di sekitarnya. Bahkan, dusun Dawet Gentong yang berada di bawahnya juga memanfaatkan air ini untuk keperluan sehari-hari. Semua dilakukan atas inisiatif masyarakat dan bersifat swadaya. Dalam hitungan saya, tidak kurang dari 2000an orang memanfaatkan keberadaan air sendang ini untuk keperluan harian. Secara ekonomis, keberadaan sendang ini mampu memberikan pemasukan bagi Dusun yang peruntukkannya untuk keperluan pemeliharaan sendang juga membangun infra struktur terkait distribusi air ke kampung-kampung yang membutuhkan.
Ketika saya datang berkunjung ke sendang ini, menyempatkan diri minum teh di warung persis di dekat keberadaan sendang ini, saya mendengar penuturan Ibu pemilik warung yang bercerita tentang ketertarikan salah satu perusahaan besar air minum swasta untuk menjadikan sendang ini sebagai salah satu sumber produksi air minum kemasan mereka. Namun demikian si Ibu pemilik warung tersebut menuturkan penolakan warga atas keinginan tersebut. Saya rasa sulit membayangkan apabila keinginan tersebut dipenuhi. Beruntung masyarakat menolak keinginan modal besar itu, sehingga sampai sekarang sendang Hargo Dumilah masih bisa mengaliri kebutuhan air setidaknya untuk dua dusun yang berdekatan.
Salah satu wujud rasa terimakasih warga masyarakat atas keberadaan sendang Hargo Lawu, setiap tahun diadakan kegiatan rasulan yang tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan keberkahan tersebut. Apa yang dilakukan warga dengan kegiatan ini memberikan nilai-nilai positif bagi perjalanan generasi ke generasi. Setidaknya, kegiatan rasulan ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa ritual-ritual tradisi dan budaya di masyarakat Jawa secara umum tidaklah luntur. Dengan kegiatan semacam ini, disamping sebagai ungkapan rasa syukur warga atas keberkahan hidup, juga menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat –secara khusus yang berada di sekitar sendang ini—tidak melupakan akar kultur mereka sebagai Orang Jawa. Modernitas tidak membuat mereka hanyut tetapi semakin merasakan kerinduan pada akar kultural mereka sendiri. Semoga…
Akhmad Fikri AF. (Seorang Pejalan Kopi).
#LKiS #Gerbangpraja #GenkKobra #SegoJabung #Javaholic #Maturka #KampungAksara #Maturka #Srimulyo #TalangKencana #Mitologi #MRN
ꦱꦼꦠꦶꦪꦣꦶꦗꦭꦸꦂꦒꦿꦼꦧꦁꦥꦿꦗꦲꦸꦠꦮꦶꦒꦼꦂꦧꦁꦥꦿꦗ
ꦱꦼꦠꦾꦣꦶꦗꦭꦸꦂꦒꦿꦼꦧꦁꦥꦿꦗꦲꦸꦠꦮꦶꦒꦼꦂꦧꦁꦥꦿꦗ
#ꦩꦶꦠꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦾꦠꦭꦁꦏꦼꦚ꧀ꦕꦤ