Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan Gerbang Praja bertujuan untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya Jawa khususnya aksara Jawa.
Gerakan ini dapat membentuk nilai dan tatanan kehidupan masyarakat yang guyub rukun. Media Aksara Jawa dinilai sangat efektif untuk merajut kohesi sosial karena bahasa dan aksara merupakan budaya yang tumbuh paling awal. Sementara membaca dan menulis adalah dasar untuk berbahasa.
"Intinya kita membaca masa lalu menulis masa depan, dalam semangat itulah perlu diapresiasi hari bahasa internasional 2018 yang bertemakan keanekaragaman dan multilinguisme untuk pembangunan berkelanjutan," ungkap Sultan, Selasa (9/10/2018).
HB X sepakat, keragaman bahasa dan multilingualisme merupakan aspek penting untuk pembangunan berkelanjutan. Bahasa ibu harus dikembalikan sebagai literasi penting menuju ilmu pengetahuan. Terbukti ilmu pengetahuan lebih mudah dipahami siswa SD jika disampaikan dengan bahasa ibu yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Sultan menambahkan bahasa lebih dari sekadar alat komunikasi tetapi menggambarkan kemanusiaan, nilai keyakinan dan identitas dalam bahasa.
Keragaman bahasa, kata Sultan, mencerminkan kekayaan imajinasi dan cara hidup yang mungkin tak pernah terbayangkan.
Sayangnya keanekaragaman bahasa terancam oleh semakin banyaknya bahasa lokal yang hilang. Padahal hilangnya sebuah bahasa dapat melenyapkan seluruh warisan budaya, kearifan lokal dan keunggulan lokal yang terkandung di dalamnya.
"Secara global menurut Unesco 40% penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap pendidikan bahasa yang mereka ucapkan. Kenyataan itu mendorong Unesco meningkatkan pendidikan multi bahasa berbasis bahasa ibu di sekolah pemula untuk terus dilakukan," kata Sultan.
Sultan mengatakan melalui serasehan restorasi sosial ini ia mengajak warga DIY untuk bersatu bergotongroyong menguatkan kembali solidaritas bangsa, dengan mempererat kohesi sosial antar warga.
Ia mengingatkan pentingnya restorasi karena kesetiakawanan sosial mulai terasa rapuh terutama dengan masuknya paham transnasional yang melemahkan pancasila. Padahal pancasila menjiwai perjalanan kebijakan itu seperti terwujud saling bertegur sapa. "Baik antara yang kaya menyapa yang miskin, yang terdidik menyapa yang tak terdidik, yang di kota menyapa yang di desa. Dengan demikian kita merasakan bahwa kita adalah satu dan satu untuk semua," tegasnya.
Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi menambahkan Gerbang Praja dimasifkan agar generasi muda bangga menggunakan aksara Jawa, hal itu sebagai pijakan sikap tradisi Jawa soal tepo sliro yang saat ini mulai terlupakan di tengah masyarakat. Pihaknya perlu mengingatkan kembali kepada seluruh masyarakat akan pentingnya pemahaman budaya Jawa.
"Program ini menyasar 78 kecamatan seluruh DIY. Pada Oktober hingga Desember menyasar 18 titik, setiap kecamatan ada 100 orang. Kemudian Januari hingga Desember 2018 menyasar 60 titik," ujarnya.