Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta
SAMBUTAN PEMBUKAAN SARASEHAN RESTORASI SOSIAL GERBANGPRAJA
Yogyakarta, 09 Oktober 2018
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua,
Hadirin dan Saudara sekalian yang saya hormati,
Segala puja puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena kita masih dikaruniai nikmat sehat, nikmat kesempatan, sehingga dapat hadir pada pembukaan rangkaian kegiatan Sarasehan Restorasi Sosial dengan tema Gerakan Bangga Penggunaan Aksara Jawa.
Saudara-saudara sekalian,
Saya merasa berbahagia dapat memenuhi permintaan untuk hadir dan membuka sarasehan Restorasi Sosial dengan tema GERBANGPRAJA (Gerakan Bangga Penggunaan Aksara Jawa) dengan sub tema “Nggugah Rasa SITHIK EDHING Lumantar Aksara” sekarang ini. GERBANGPRAJA member inspirasi tentang upaya keaksaraan sebagai fondasi gerakan membangun manusia berkarakter dan berbudaya damai.
Dalam aspek sosial, Aksara Jawa mempunyai nilai luhur dalam tata kehidupan kebersamaa yang dapat dipakai untuk mengatur tata-laku di masyarakat. Jadi acara ini bukan saja sangat penting dan strategis, tetapi juga karena dari acara ini kita mengharapkan penerus bangsa mampu menjaga identitas bangsa dengan baik agar menjadi bangsa yang besar, bermartabat serta dihormati, dihargai bangsa lain, sekaligus dalam rangka melestarikan budaya bangsa kita.
Aksara Jawa mempunyai makna yang sangat mendalam baik setiap huruf maupun sebagai rangkaian huruf yang dapat dijadikan pitutur luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya kebijakan Restorasi Sosial bertalian langsung dengan konsep Kebhinekaan dan Pluralisme. Restorasi Sosial mengandung makna penguatan kembali solidaritas sosial yang merupakan implementasi program Nawa Cita point ke-9 dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo – Wakil Presiden Jusuf Kalla, yaitu “Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi social Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar warga”. Hal ini perlu dilakukan karena nilai kesetiakawanan sosial di Indonesia semakin rapuh.
Dalam konteks tersebut, maka penyelenggaraan acara ini menjadi salah satu bukti besarnya perhatian kita kepada pengembangan sosial budaya, juga menunjukkan bahwa kehidupan sosial budaya tetap mendapat perhatian, meskipun dewasa ini ini aksara Jawa mulai kehilangan eksistensinya. Jangankan aksara, menggunakan bahasa Jawa di kehidupan sehari-hari pun sudah enggan dilakukan sebagian masyarakat Jawa. Mereka tampak lebih bangga dengan bahasa ibu dan berbagai istilah serapan asing lainnya. Bisa jadi, hal ini merupakan cerminan dari peribahasa wong Jawa ilang Jawane (orang jawa hilang Jawanya).
Saudara-saudara dan para peserta sarasehan yang saya banggakan,
Kita menyadari bahwa pembanguan yang mengabaikan budayanya sendiri, akan melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Negara yang bangga dengan aksaranya, bisa berkembang menjadi negara yang kuat dan maju. Maka kita juga tidak mau membiarkan warisan budaya kita punah dan lenyap dalam perjalanan sejarah. Kita tidak ingin anak cucu kita kelak merasa asing terhadap budaya sendiri. Karena itulah sejak semula kita bertekad untuk membangun masa depan kita yang berpijak di atas kepribadian dan tumbuh di atas nilai-nilai budaya kita.
UUD kita mengamanatkan bahwa puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan nasional yang harus kita majukan. Usaha untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah merupakan kewajiban konstitusional dan menjadi tekad kita semua, kendati kita juga merasa prihatin dengan kemunduran tentang bahasa dan aksara Jawa pada era modern saat ini.
Acara ini diadakan untuk mengingatkan kembali pada generasi muda, bagaimana bahasa dan aksara Jawa harus hidup di era dinamika anak muda hari ini. Boleh menjadi modern, tetapi kita harus ingat bahwa Jawa adalah bagian dari kehidupan kita. Akar budaya Nusantara, khususnya Jawa melalui penguatan budaya literasi, pembacaan dan penulisan aksara Jawa sebagai bagian dari pematangan cara bernalar dan beridentitas, juga mencapai efektivitas kebermanfaatan aksara Jawa sebagai identitas kultural kita.
Kenyataan adanya perubahan dalam teknologi dan sistem komunikasi serta tata cara berinteraksi tentu tidak dapat kita hindarkan. Dalam hal demikian, perlu perhatian dari para pejuang bahasa dan aksara Jawa. Siapakah yang menavigasi atau menjadi cucuk lampah ketika kita dihadapkan pada teks Jawa Kuno ? Mungkin tinggal hitungan jari tangan saja dan tidak sempat diwariskan kepada generasi penerus.
Perubahan orientasi masyarakat terhadap akar budaya menyebabkan kepedulian masyarakat terhadap budaya, bahasa dan aksara Jawa mulai menipis. Untuk itulah kita harus kembali kepada Jawa. Kembali kepada Jawa bukan berarti kembali ke masa silam, melainkan menghadirkan Jawa aktual dan Jawa kontekstual, Jawa yang selalu mengiringi zaman di tempat dan masa orang Jawa hidup. Jawa yang ngeli nanging ora keli. Mungkin kasus ini yang dimaksud Jawa kari separo yang diserukan Prabu Jayabaya di masa silam, yakni orang Jawa yang tidak menguasai aksara Jawa sebagai identitas substansial yang juga sebagai prasyarat anasir eksistensial menjadi Jawa.
Betapa besarnya arti bahasa dan aksara dalam kebudayaan Jawa, dan betapa banyaknya masalah yang berkaitan dengan bahasa dan aksara Jawa. Karena itu, seyogyanya dalam sarasehan yang sangat penting ini pokok-pokok bahasan yang dikoordinasikan harus relevan dengan perkembangan zaman, dan sesuai dengan tema maupun sub tema dari acara ini.
Dengan demikian kegiatan sarasehan ini juga akan membawa arti bagi perkembangan bahasa, aksara, dan kebudayaan Jawa di masa-masa mendatang. Mampu mengembalikan dan menumbuhkan kembali budaya damai dan berkarakter pada nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia, kearifan lokal seperti budaya gotong royong dalam masyarakat agar senantiasa dapat mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, melakukan kebaikan, mengembangkan dan mewariskan kepada generasi muda.
Semakin maju kehidupan kebudayaan, harus semakin maju pula pembinaan yang kita berikan. Melalaikan pembinaan berarti membiarkan rusaknya kebudayaan. Karena itu, pembinaan dan pengembangan perlu secara terus menerus kita lakukan. Dalam kaitan inilah, saya berharap GERBANGPRAJA nantinya menjadi kebijakan lintas sektoral sebagai gerakan bersama untuk membangun Daerah Istimewa Yogyakarta
Saya juga berharap, mudah-mudahan kegiatan Sarasehan Restorasi Sosial ini dapat membangun Generai Istimewa Yang Berbudaya dan Beretika Jawa. Jangan sampai kita menterlantarkan bahasa dan aksara Jawa, yang merupakan bagian dari khasanah budaya kita, yang justru harus kita lestarikan.
Hadirin dan para peserta sarasehan yang saya hormati,
Demikian beberapa hal yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Akhir kata, disertai rasa syukur dan terlebih dahulu memohon ridho-Nya, dengan mengucap Bismillaahirrahmaanirrahiim, Sarasehan Restorasi Sosial dengan tema Gerakan Bangga Penggunaan Aksara Jawa (GERBANGPRAJA) dengan sub tema “Nggugah Rasa SITHIK EDHING Lumantar Aksara, pada hari ini, Selasa Pahing, 09 Oktober 2018, secara resmi saya nyatakan dibuka dan dimulai. Selamat dan sukses, semoga Allah SWT meridhoi usaha kita semua.
Sekian, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 09 Oktober 2018
GUBERNUR
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
HAMENGKU BUWONO X