Login to your account

Username *
Password *
Remember Me

Create an account

Fields marked with an asterisk (*) are required.
Name *
Username *
Password *
Verify password *
Email *
Verify email *

ꦌꦱ꧀ꦱꦻ | Essay

KAJ: MERAJUT BENANG EMAS SEJARAH

KAJ: MERAJUT BENANG EMAS SEJARAH

Usai sudah Kongres Aksara Jawa (KAJ) I bulan maret lalu. KAJ yang berlangsung dari 22-26 Maret 2021 di Jogjakarta, ditutup oleh Bapak Sumadi, SH. MH. (Plt. Dinas Kebudayaan DIY) pada jum'at, 26 Maret 2021 yang lalu. Perhelatan ini memiliki momentum kesejarahan yang kuat. KAJ yang baru saja usai itu memiliki arti penting di era digital saat ini.

KAJ ini adalah pertamakali ada sejak 1922 di Sriwedari, Solo yang melahirkan 'wawaton Sriwedari'. Sejak itu sampai KAJ I ini diadakan hampir 100 tahun terjadi kevakuman. Berbeda dengan kongres Bahasa Jawa yang selalu diadakan periodik. Itulah mengapa KAJ ini menjadi begitu monumental. KAJ ini menandai munculnya kesadaran baru masyarakat Jawa khususnya, tentang pentingnya pelestarian aksara Jawa di era digital ini setelah 99 tahun wawaton Sriwedari.

KAJ I: Benang Emas Sejarah

Aspek paling penting untuk dicatat dari perhelatan KAJ I ini adalah perihal keberanian untuk menghelat acara ini. Bagaimanapun KAJ I hadir dengan banyak sinisme di luar sana, yang menganggap perhelatan ini sebagai ajang reuni para penganut Sriwedaren dan KBJ. Sebuah keputusan KAJ yang nantinya ditengarai hanya akan membakukan kedua jenis ‘paugeran’ tersebut. Meskipun akhirnya para kaum sinis kecele dengan apa yang mereka imajinasikan, namun kampanye sinis atas KAJ tetaplah disuarakan dengan patriotis.

Hanya saja diantara suara-suara minor itu pada akhirnya tampak mengakui bahwa mereka sesungguhnya sangat menunggu hasil keputusan KAJ secara resmi. Apa artinya bagi upaya memunculkan Kembali eksistensi aksara Jawa hari ini, utamanya di dunia digital? Dan, bagaimana reaksi para pegiat sinisme itu? Pada yang pertama tentu semua menginginkan legitimasi atas eksistensi aksara Jawa dengan sudut pandang masing-masing. Pada yang kedua, keputusan KAJ akan menjadi instrument melakukan kritik atas implementasinya nanti di ranah lebih luas.

KAJ dihelat di tengah silang sengkarut dan kebingungan menempatkan aksara-aksara nusantara dalam konteks tata perubahan dunia, khususnya di dunia digital hari ini. Sebab, aksara apapun yang tidak diakui di dunia digital pada akhirnya dianggap tidak ada. Tentunya para pegiat aksara Jawa tidaklah rela dengan situasi ini. Sebuah cara haruslah ditunjukkan. Negara harus dilibatkan. Kampanye sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lewat. Pengakuan negara tak kunjung ada.

Maka, terbitnya Pergub DIY No. 70 Tahun 2019 Tentang TATA NASKAH DINAS, kemudian disambut dengan kehadiran Perda DIY No. 2 Tahun 2021 Tentang PEMELIHARAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA, SASTRA DAN AKSARA JAWA, semakin menunjukkan arah gerak dan keyakinan para pegiat aksara Jawa untuk menghelat KAJ. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Kalau bukan kita siapa lagi. Dari sinilah kemudian Dinas Kebudayaan semakin percaya diri untuk menginisiasi dan menopang sepenuhnya perhelatan ini secara nasional. Tak heran, KAJ I sejak Indonesia merdeka ini diikuti tidak kurang dari 1000 orang peserta, baik daring maupun luring. Sebuah sukses besar dan tentunya melahirkan kebanggaan tersendiri di kalangan para pelaku perhelatan ini.

Penulis merasa perlu mengapresiasi secara mendalam dukungan Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta khususnya dan juga Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, atas terselenggaranya perhelatan ini. Sebuah dukungan yang bermakna meningkatkan moral bagi berlangsungnya perhelatan KAJ di tengah suasana pandemi Covid yang belum juga berakhir. Sebuah perhelatan yang menginspirasi kebangkitan aksara-aksara nusantara lainnya. Tentu cepat atau lambat, perlahan tapi pasti, negara akan mengerti mengapa eksistensi aksara-aksara nusantara ini penting hadir di belantara digital saat ini.

Penulis mencatat apa yang telah berlangsung dalam KAJ ini menjadi benang emas sejarah diantara keinginan merajut keindonesiaan dengan segala warisan sosio budayanya yang luar biasa. Apa yang telah menjadi ketetapan keputusan KAJ ini akan dicatat sebagai sebuah upaya perjuangan (baca: jihad) membangun kepercayaan diri nasional di era digital.

Menunggu Implementasi Lebih Lanjut

Tanggal 26 April 2021 besok adalah pas sebulan waktu yang diberikan para peserta KAJ kepada tim perumus untuk merilis secara resmi hasil-hasil keputusan KAJ. Dalam hal mana, keputusan-keputusan tersebut nantinya menjadi dokumen resmi hasil-hasil KAJ dengan tanggung jawab bagaimana hasil-hasil keputusan tersebut disosialisasikan dan diimplementasikan dalam ranah social yang lebih luas.

Penulis, dalam hal ini akan mendeskripsikan kedua pokok tanggung jawab moral paska KAJ tersebut, yakni; sosisalisasi dan implementasi hasil-hasil KAJ agar semua keputusan tersebut benar-benar terwujud dalam lingkup luas. Dan, tentunya menjadi terlihat semarak di dunia digital.

Sebagai seorang yang terlibat langsung dalam KAJ, penulis menangkap dua hal ini: sosialisasi dan implementasi, sebagai dua kata kunci penting untuk diwujudkan. Keduanya menjadi tanggung jawab moral atas berlangsungnya KAJ sekitar sebulan lalu. Sebab, semua keputusan KAJ tersebut lahir dari tuntutan sejarah. Maka, mengabaikan momentum kesejarahannya akan melunturkan semangat para pegiat aksara-aksara nusantara di kemudian hari dan lebih penting dari itu adalah pertaruhan atas eksistensi aksara Jawa di masa depan.

Tugas berat ini tidak bisa semata-mata dilakukan oleh pemerintah daerah saja. Secara nasional, pemerintah pusat didorong untuk serius dan lebih peduli pada semua keberadaan aksara-aksara nusantara. Sebabnya, bicara eksistensi aksara-aksara nusantara pada akhirnya –meminjam istilah karib saya Joko Elysanto--, seorang Begawan Aksara Jawa, adalah berbicara tentang substansi ketahanan nasional kita ke depan. Barangkali tema ini dapat kita bicarakan di lain waktu. Dua tanggung jawab moral: sosialisasi dan implementasi itu –untuk saat ini—semestinya menjadi focus jangka pendek dan menengah kita.

00000

Sosialisasi dan implementasi hasil-hasil KAJ ini dapatlah dibayangkan sebagai sebuah kebijakan strategis untuk menunjukkan bahwa eksistensi aksara Jawa sangat terlihat dan masih digunakan masyarakat Jawa secara umum. Hal ini dapat ditunjukkan dengan semakin maraknya generasi muda menggunakan aksara-aksara local mereka (aksara Jawa) di ranah digital. Walaupun demikian, belumlah dapat dikatakan kesadaran atas penggunaan aksara Jawa ini berlangsung massif. Karena itu dibutuhkan Langkah-langkah mewujudkan kelaziman penggunaan aksara Jawa ini di ranah yang lebih luas.

Pertama, bagaimana sosialisasi itu dilakukan? Sosialisasi dalam konteks bagaimana hasil-hasil KAJ itu dapat diketahui secara public tentu diperlukan kerja berkesinambungan. Di ranah pemerintah daerah, misalnya, diperlukan kerja-kerja tim untuk berbicara dengan semua pemangku kepentingan dari atas ke bawah. Kerja-kerja ini juga dapat diperluas, misalnya, menyentuh kalangan akademisi, lingkungan kampus dan semua Lembaga-lembaga Pendidikan yang dianggap nantinya dapat mendukung eksistensi aksara Jawa ini leading di dunia digital. Belajar pada negara-negara di Kawasan asia tenggara, haruslah diakui bahwa kita terlambat. Namun, bukan berarti kita tertinggal.

Kerja-kerja sosialisasi ini juga dapat dipastikan menyentuh komunitas-komunitas di masyarakat, para pelaku industry kreatif dan mendorong mereka menciptakan aplikasi-aplikasi yang memudahkan masyarakat belajar dan mengekspresikan aksara Jawa di ranah digital. Semakin banyak masyarakat mengerti hasil keputusan KAJ akan semakin menumbuhkan kesadaran baru di kalangan mereka, khususnya generasi muda untuk berpaling ke aksara Ibu sendiri.

Kedua, bagaimana implementasi itu dapat dirasakan? Implementasi aksara Jawa dapat dirasakan, setidaknya dengan tiga hal. 1) Melahirkan kebijakan di dunia pendidikan. Dalam konteks ini, keharusan pembelajaran aksara Jawa dapat menyentuh di semua tingkatan Pendidikan sejak SD hingga Sekolah Menengah. 2) Menggiatkan pelatihan aksara Jawa di semua tingkatan. Hal ini diperlukan agar mereka yang tidak lagi memiliki kesempatan di sekolah dapat belajar di ruang-ruang pelatihan, entah itu di tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Pelatihan aksara Jawa juga dikembangkan di level komunitas yang tersebar di banyak tempat. 3) Membuat tanda-tanda visual di semua tempat public atas nama pelaziman aksara Jawa. Dalam hal ini, plangisasi menjadi penting dilakukan di semua ruang public agar kehadiran aksara Jawa ini semakin lazim dilihat dan dengan sendirinya mendorong masyarakat untuk mempelajarinya. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq. (Akhmad Fikri AF., inisiator dan pegiat Kampung Aksara di Kawasan PACIBITA, Bantul).

 

Read 1354 times Last modified on Monday, 02 August 2021 07:19
Rate this item
(1 Vote)
Login to post comments


ꦱꦼꦏꦽꦠꦫꦶꦪꦠ꧀ Sekretariat:

ꦏꦩ꧀ꦥꦸꦁꦄꦏ꧀ꦱꦫꦥꦕꦶꦧꦶꦠ

ꦧꦶꦤ꧀ꦠꦫꦤ꧀ꦮꦺꦠꦤ꧀ꦱꦿꦶꦩꦸꦭ꧀ꦚꦥꦶꦪꦸꦁ

ꦔꦤ꧀ꦧꦤ꧀ꦠꦸꦭ꧀ꦪꦺꦴꦒ꧀ꦚꦏꦂꦠ

 

Kampung Aksara Pacibita

Bintaran Wetan 06 Kalurahan Srimulyo, Kapanewon Piyungan, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55792

Gerbang Praja

Jogjakarta Kota Hanacaraka ꧋ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦏꦂꦠꦏꦺꦴꦠꦲꦤꦕꦫꦏ꧉

Jogjakarta Kota Hanacarak...

꧋ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦒꦼꦫꦏ꧀ꦥꦼꦫꦸꦧꦲꦤ꧀ꦝꦶꦪꦩ꧀ꦝꦶꦪꦩ꧀ꦠꦼꦔꦃꦣꦶꦭꦏꦸꦏꦤ꧀꧈ꦊꦣꦏꦤ꧀ꦚ...

Sultan HB X: Aksara Jawa Sangat Penting bagi Masyarakat Jogja

Sultan HB X: Aksara Jawa...

Harianjogja.com, JOGJA- Pemda DIY meluncurkan rest...

Pelestarian Budaya Dimulai dari Keluarga

Pelestarian Budaya Dimula...

JOGJA – Upaya pelestarian budaya Jawa terus dilaku...

Gerbang Praja Bumikan Bahasa, Aksara, dan Adab Jawa

Gerbang Praja Bumikan Bah...

IBTimes.ID-Yogyakarta-Gerbang Praja singkatan dari...

Video Terbaru ꦮ꦳ꦶꦣꦶꦪꦺꦴꦠꦼꦂꦧꦫꦸ

Data Kunjungan ꦣꦠꦏꦸꦚ꧀ꦗꦸꦔꦤ꧀

306172
ꦲꦫꦶꦆꦤꦶ Hari ini ꦲꦫꦶꦆꦤꦶ Hari ini 229
ꦏꦼꦩꦫꦶꦤ꧀ Kemarinꦏꦼꦩꦫꦶꦤ꧀ Kemarin401
ꦩꦶꦁꦒꦸꦆꦤꦶ Minggu iniꦩꦶꦁꦒꦸꦆꦤꦶ Minggu ini2072
ꦧꦸꦭꦤ꧀ꦆꦤꦶ  Bulan iniꦧꦸꦭꦤ꧀ꦆꦤꦶ Bulan ini5781
ꦏꦼꦱꦼꦭꦸꦫꦸꦲꦤ꧀  Keseluruhanꦏꦼꦱꦼꦭꦸꦫꦸꦲꦤ꧀ Keseluruhan306172