Tak sampai satu dasawarsa sejak UU Keistimewaan Jogjakarta disahkan, kita dikejutkan oleh ramainya tagline di linimasa: #JOGJAkartaKotaHanacaraka. Di minggu-minggu terakhir menjelang selebrasi Hari Aksara Internasional (HAI), tagline #JOGJAkartaKotaHanacaraka semakin ramai dibicarakan. Ada apa dengan tagline ini? Dalam rangka peringatan HAI, 8 September 2021 yang segera kita selebrasikan, tulisan ini mencoba melihat pesan apa yang hendak disampaikan dari tagline tersebut.
Tagline #JOGJAkartaKotaHanacaraka yang saat ini mengemuka ramai di linimasa memberi pesan sarat makna. Di tengah serbuan budaya pop di dunia digital hari ini, tagline ini menyeruak dan begitu gencar dikampanyekan. Saya melihat ada sesuatu yang tengah berubah. Pelan tapi pasti perubahan itu akan semakin terlihat. Jogjakarta ingin berbenah. Menggali sesuatu yang lama tak terpikirkan. Yakni; sebuah ruh (spirit) yang mampu menghadirkan kebanggaan dan semakin bermaknanya keistimewaan itu.
Saya ingin menyebutnya sebagai ‘ruh kebudayaan’. Dan, tempatnya ada di dalam relung-relung aksara Jawa sendiri. Sehingga menampilkan tagline #JOGJAkartaKotaHanacaraka, dengan sendirinya adalah upaya menempatkan kembali ruh kebudayaan ke wadahnya yang hakiki, yakni; aksara. Seberapa penting hal itu dilakukan. Apa dampaknya bagi generasi muda kita hari ini.
Saya teringat sebuah ucapan dari Prof. Yudha Giri Sucahyo (Ketua PANDI: Pengelola Nama Domain Internet Indonesia) dalam sebuah sambutan di arena Kongres Aksara Jawa (KAJ) I pada Maret 2021 lalu. Pak Yudha menyampaikan sambutan yang membuka kesadaran baru pentingnya pelestarian dan penggunaan aksara Jawa di era digital. Bahwa, semua aksara-aksara dunia yang tidak tampil (eksis) di ranah digital akan dianggap punah.
Indonesia begitu kaya dengan warisan aksaranya. Jika semata-mata karena persoalan eksistensial ini tidak tertangani bagaimana kita mampu bercermin pada masa lalu kita sendiri. Inilah pesan penting yang hendak disampaikan Prof. Yudha dalam sambutannya tersebut. Pesan ini tampak harus ditangkap sebagai sebuah peringatan dini. Jika kita tak segera menengok warisan leluhur kita itu, rasanya cermin masa lalu kita akan semakin buram dan kabur.
Rasa-rasanya tagline #JOGJAkartaKotaHanacaraka adalah upaya menangkap peringatan dini yang disampaikan Prof. Yudha. Dengan tagline itu diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya akselerasi dan pelaziman aksara Jawa di ranah public dan digital.
Ini merupakan kerja kebudayaan yang membutuhkan strategi dan visi besar dalam mewujudkannya. Tantangan-tantangan di era digital hari ini nyata dan berpengaruh, khususnya di kalangan anak-anak muda. Pada saat anak-anak muda kita sedang demam drakor (Drama Korea), bahkan dengan bangga dialek mereka sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, juga kesukarelaan mereka belajar aksara Korea, menunjukkan seberapa besar tantangan membumikan aksara Jawa di rumahnya sendiri.
Mampukah kita melewati fase ini dan mengembalikan kecintaan anak-anak muda kita pada aksaranya sendiri. Tentu hal ini membutuhkan keseriusan dalam mewujudkan pembumian eksistensi aksara Jawa di rumah sendiri. Artinya, aksara Jawa –seperti juga aksara Korea yang dibawa para drakor itu—bukanlah sesuatu yang sulit dipelajari. Bahwa bertahun-tahun anak-anak muda kita, sejak SD sampai SMA diajarkan, namun juga tak tampak dari mereka mengakrabinya, harus dilihat dari sisi lain mengapa bisa demikian.
Anak-anak muda kita mungkin tak bisa disalahkan karena tak lagi memahami aksara mereka sendiri. Barangkali ada sesuatu yang keliru dari cara kita menanamkan kecintaan pada aksara Jawa. Bukan semata-mata kurikulum pembelajaran dan kebiasaan menulis latin dalam pergaulan sehari-hari yang kemudian tampak menjadi tidak berguna belajar aksara Jawa. Akan tetapi, sampai hari ini sedikitpun kita belum punya ruang (baca: kebijakan) yang mendorong mereka menggunakan aksara Jawa secara massif.
Sebabnya kadang sederhana. Mereka tidak akan pernah dikatakan buta aksara apabila tak mengenal aksara Jawa. Sementara betapa buta hurufnya mereka jika tak bisa membaca dan menulis latin. Satire seperti inilah yang tampak terlihat dan dengan demikian mengukur posisi dan eksistensi aksara Jawa hari ini. Maka #JOGJAkartaKotaHanacaraka adalah sebuah visi tentang upaya mengembalikan ‘ruh kebudayaan’ ke wadahnya yang hakiki.
Sampai di sini, momentum peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) dan pencanangan #JOGJAkartaKotaHanacara seperti sebuah jawaban. Mungkin lebih tepatnya –semacam—etape pertama dari jalan panjang strategi kebudayaan dalam rangka membumikan aksara Jawa. Rasa-rasanya nasib sama juga dirasakan oleh aksara-aksara lokal nusantara lainnya di Indonesia. Selamat Hari Aksara Internasional.
(Akhmad Fikri AF. --Penulis adalah inisiator Komunitas KAMPUNG AKSARA Pacibita Jogjakarta--).
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 8 September 2021
꧋ꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦱꦶꦁꦒꦃꦣꦶꦮꦫꦸꦁꦏꦺꦴꦥꦶꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦱꦪꦱꦼꦭꦭꦸꦧꦼꦂꦠꦚ;ꦧꦒꦻꦩꦤꦩꦼꦫꦺꦏ–ꦥꦫꦄꦃꦭꦶꦏꦸꦧꦸꦂꦆꦠꦸ—ꦲꦶꦣꦸꦥ꧀?ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦏꦃꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀ꦆꦠꦸꦲꦏꦶꦏꦠ꧀ꦚꦱꦩ?꧈ꦎꦫꦁꦎꦫꦁꦱ꦳ꦭꦺꦃ꧉ꦥꦫꦧꦼꦒꦗꦸꦭ꧀ꦗꦭꦤꦤ꧀꧈ꦩꦼꦫꦺꦏꦪꦁꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦚꦈꦒꦭ꧀ꦈꦒꦭꦤ꧀꧈ꦄꦠꦻꦴꦥꦫꦱꦭꦶꦏ꧀꧌ꦥꦼꦚ꧀ꦕꦫꦶꦏꦼꦧꦼꦤꦫꦤ꧀꧍?ꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀ꦄꦣꦭꦃꦧꦼꦂꦥꦶꦤ꧀ꦝꦃꦚꦫꦸꦃ꧌ꦗꦶꦮ꧍ꦏꦶꦠꦏꦼꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦄꦼꦤ꧀ꦠꦃꦧꦼꦂꦤꦩꦄꦥ꧉ꦲꦩ꧀ꦥꦶꦂꦱꦼꦩꦸꦮꦏꦼꦪꦏꦶꦤꦤ꧀ꦩꦼꦭꦶꦲꦠ꧀ꦚꦱꦼꦧꦒꦻꦥꦼꦂꦥꦶꦤ꧀ꦝꦲꦤ꧀꧈ꦠꦸꦧꦸꦃꦠꦏ꧀ꦧꦼꦂꦒꦼꦫꦏ꧀ꦆꦠꦸꦲꦚꦭꦃꦧꦸꦁꦏꦸꦱ꧀ꦝꦫꦶꦗꦶꦮꦗꦶꦮꦏꦶꦠꦪꦁꦠꦏ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦩꦠꦶ꧉ꦲꦏꦶꦏꦠ꧀ꦚꦩꦼꦫꦺꦏꦲꦶꦣꦸꦥ꧀꧈ꦲꦚꦏꦼꦲꦶꦣꦸꦥꦤ꧀ꦩꦼꦫꦺꦏꦆꦠꦸꦧꦸꦏꦤ꧀ꦝꦶꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦪꦁꦣꦶꦱꦼꦧꦸꦠ꧀ꦥ꦳ꦤꦭꦒꦶ꧉
꧋ꦏꦶꦠꦱꦼꦫꦶꦁꦩꦼꦚꦼꦧꦸꦠ꧀ꦚꦱꦼꦧꦒꦻ“ꦥꦸꦭꦁ”꧈ꦩꦏꦣꦶꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦥꦼꦫꦶꦱ꧀ꦠꦶꦮꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀ꦏꦶꦠꦱꦼꦭꦭꦸꦩꦼꦤ꧀ꦝꦼꦔꦂꦧꦼꦫꦶꦠꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁꦥꦸꦭꦁꦚꦱꦶꦄꦤꦸꦄꦠꦻꦴꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦚꦱꦶꦥ꦳ꦸꦭꦤ꧀꧈ꦩꦼꦚꦼꦧꦸꦠ꧀ꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦥꦼꦫꦶꦱ꧀ꦠꦶꦮꦥꦸꦭꦁꦚꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦩꦼꦔꦤ꧀ꦝꦸꦁꦩꦏ꧀ꦤꦏꦼꦱꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦫꦄꦤ꧀꧈ꦧꦼꦂꦥꦸꦭꦁꦚꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦄꦂꦠꦶꦚꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦚꦣꦶꦫꦶꦚꦏꦼꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦪꦁꦣꦶꦥꦲꦩꦶꦱꦼꦧꦒꦻꦱꦸꦩ꧀ꦧꦼꦂꦣꦫꦶꦱꦼꦒꦭꦄꦱꦭ꧀ꦩꦸꦮꦱꦭ꧀꧈ꦣꦸꦤꦶꦪꦱꦼꦧꦒꦻꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦱꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦫꦆꦧꦫꦠ꧀ꦫꦸꦮꦁꦄꦠꦻꦴꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦏꦶꦠꦩꦩ꧀ꦥꦶꦂꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦧꦼꦫꦶꦏꦸꦠ꧀ꦚꦩꦼꦭꦚ꧀ꦗꦸꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦥꦼꦂꦗꦭꦤꦤ꧀ꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶ꧈ꦏꦉꦤꦱꦶꦥ꦳ꦠ꧀ꦏꦼꦱꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦫꦄꦤ꧀ꦆꦠꦸꦠꦶꦣꦏ꧀ꦭꦃꦭꦩ꧉ꦎꦫꦁꦗꦮꦩꦼꦚꦼꦧꦸꦠ꧀ꦚꦣꦼꦔꦤ꧀“ꦲꦸꦫꦶꦥ꧀ꦩꦸꦁꦩꦩ꧀ꦥꦶꦂꦔꦺꦴꦩ꧀ꦧꦺ”꧉ꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦲꦚꦱꦼꦏꦣꦂꦩꦩ꧀ꦥꦶꦂꦩꦶꦤꦸꦩ꧀꧈
꧋ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦭꦃꦭꦩꦧꦒꦶꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦶꦤꦸꦩ꧀꧈ꦏꦶꦠꦧꦶꦱꦩꦼꦔꦸꦏꦸꦂꦱꦼꦧꦼꦫꦥꦭꦩꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦩꦶꦤꦸꦩ꧀꧈ꦠꦼꦠꦥꦶꦗꦼꦗꦏ꧀ꦱꦼꦎꦫꦁꦪꦁꦩꦶꦤꦸꦩ꧀ꦆꦠꦸꦠꦼꦂꦕꦠꦠ꧀ꦝꦶꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦥꦼꦂꦱꦶꦁꦒꦲꦤ꧀ꦪꦁꦣꦶꦪꦩ꧀ꦥꦶꦫꦶꦚ꧉ꦱꦼꦭꦭꦸꦄꦣꦆꦔꦠꦤ꧀ꦄꦠꦱ꧀ꦝꦶꦫꦶꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁ꧈ꦆꦔꦠꦤ꧀ꦆꦠꦸꦧꦼꦂꦒꦤ꧀ꦠꦸꦁꦣꦫꦶꦱꦼꦧꦼꦫꦥꦏꦶꦠꦩꦼꦤꦶꦁꦒꦭ꧀ꦏꦤ꧀ꦏꦼꦱꦤ꧀ꦥꦺꦴꦱꦶꦠꦶꦥ꦳꧀ꦤꦺꦒꦠꦶꦥ꦳꧀ꦝꦶꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦥꦼꦂꦱꦶꦁꦒꦲꦤ꧀ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦩꦩ꧀ꦥꦶꦂꦆꦠꦸ꧈ꦱꦼꦧꦧ꧀ꦄꦣꦱꦗꦩꦼꦫꦺꦏꦪꦁꦩꦩ꧀ꦥꦶꦂꦩꦶꦤꦸꦩ꧀ꦭꦭꦸꦭꦸꦥꦥꦣꦏꦼꦮꦗꦶꦧꦤ꧀ꦚ꧈ꦱꦼꦩꦸꦮꦏꦼꦱꦤ꧀ꦆꦠꦸꦧꦼꦂꦒꦤ꧀ꦠꦸꦁꦣꦫꦶꦄꦥꦪꦁꦣꦶꦭꦏꦸꦏꦤ꧀ꦏꦶꦠꦣꦶꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦱꦶꦁꦒꦃꦱꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦫꦆꦠꦸ꧉
꧋ꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦥꦣꦥꦼꦂꦠꦚꦄꦤ꧀ꦱꦪꦣꦶꦄꦮꦭ꧀ꦧꦒꦻꦩꦤꦩꦼꦫꦺꦏꦲꦶꦣꦸꦥ꧀?ꦗꦶꦏꦱꦩ꧀ꦥꦻꦲꦫꦶꦆꦤꦶꦧꦃꦏꦤ꧀ꦱꦼꦗꦏ꧀ꦫꦠꦸꦱꦤ꧀ꦠꦲꦸꦤ꧀ꦱꦼꦏꦶꦪꦤ꧀ꦄꦧꦣ꧀ꦝꦫꦶꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀ꦚ꧈ꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦩꦱꦶꦃꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦏꦼꦲꦶꦣꦸꦥꦤ꧀ꦧꦒꦶꦎꦫꦁꦭꦻꦤ꧀꧈ꦭꦶꦲꦠ꧀ꦭꦃꦧꦼꦠꦥꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦆꦠꦸꦠꦏ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦱꦼꦥꦶꦥꦼꦔꦸꦚ꧀ꦗꦸꦁ꧈ꦩꦼꦫꦺꦏꦣꦠꦁꦱꦶꦭꦶꦃꦧꦼꦂꦒꦤ꧀ꦠꦶ꧉ꦣꦫꦶꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦪꦁꦗꦻꦴꦃ꧈ꦧꦸꦠꦸꦃꦥꦼꦔꦺꦴꦂꦧꦤꦤ꧀ꦮꦏ꧀ꦠꦸ꧈ꦠꦼꦤꦒꦣꦤ꧀ꦝꦤ꧈ ꦏꦼꦒꦻꦫꦲꦤ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦠꦏ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦱꦸꦫꦸꦠ꧀꧉
꧋ꦩꦺꦴꦧꦶꦭꦶꦠꦱ꧀ꦝꦠꦁꦣꦤ꧀ꦥꦼꦂꦒꦶꦚꦥꦫꦥꦼꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦆꦠꦸꦧꦼꦂꦣꦩ꧀ꦥꦏ꧀ꦭꦁꦱꦸꦁꦣꦶꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦥꦼꦗ꦳ꦶꦪꦫꦲꦤ꧀꧈ꦩꦼꦭꦲꦶꦂꦏꦤ꧀ꦏꦼꦧꦸꦠꦸꦲꦤ꧀;ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦆꦱ꧀ꦠꦶꦫꦲꦠ꧀ꦮꦫꦸꦁꦏꦺꦴꦥꦶ꧈ꦥꦼꦚ꧀ꦗꦸꦮꦭ꧀ꦩꦏꦤꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦩꦶꦤꦸꦩꦤ꧀ꦄꦤꦺꦏꦧꦫꦁꦏꦼꦫꦗꦶꦤꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦠꦤ꧀ꦝꦩꦠ꧈ꦥꦼꦫꦭꦠꦤ꧀ꦆꦧꦣꦃ꧈ꦧꦃꦏꦤ꧀ꦱꦼꦏꦸꦩ꧀ꦥꦸꦭꦤ꧀ꦥꦫꦥꦼꦔꦼꦩꦶꦱ꧀ꦱꦼꦠꦶꦪꦩꦼꦤꦸꦁꦒꦸꦭꦺꦩ꧀ꦥꦫꦤ꧀ꦏꦺꦴꦆꦤ꧀ꦝꦼꦩꦶꦏꦺꦴꦆꦤ꧀ꦝꦫꦶꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦥꦼꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦪꦁꦱꦶꦁꦒꦃ꧈ꦫꦶꦧꦸꦮꦤ꧀ꦧꦃꦏꦤ꧀ꦥꦸꦭꦸꦲꦤ꧀ꦫꦶꦧꦸꦎꦫꦁꦣꦠꦁꦣꦤ꧀ꦥꦼꦂꦒꦶꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦩꦤ꧀ꦥ꦳ꦄꦠ꧀ꦌꦏꦺꦴꦤꦺꦴꦩꦶꦏꦼꦥꦣꦥꦫꦥꦼꦣꦒꦁ꧈ꦫꦸꦩꦃꦫꦸꦩꦃꦱꦼꦏꦶꦠꦂꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦥꦼꦗ꦳ꦶꦪꦫꦲꦤ꧀꧉
꧋ꦫꦱꦚꦱꦸꦭꦶꦠ꧀ꦧꦒꦶꦱꦪꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦔꦠꦏꦤ꧀ꦲꦶꦫꦸꦏ꧀ꦥꦶꦏꦸꦏ꧀ꦥꦫꦥꦼꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦆꦠꦸꦱꦼꦧꦒꦻꦥ꦳ꦺꦱ꧀ꦠꦶꦮ꦳ꦭ꧀ꦧꦶꦢ꧀ꦔ꦳ꦃ꧈ꦄꦥꦭꦒꦶꦱꦩ꧀ꦥꦻꦩꦼꦚꦼꦧꦸꦠ꧀ꦚꦱꦼꦧꦒꦻꦫꦶꦠꦸꦮꦭ꧀ꦯꦶꦫꦶꦏ꧀ꦪꦁꦗꦻꦴꦃꦣꦫꦶꦄꦗꦫꦤ꧀ꦄꦒꦩ꧈ꦱꦪꦠꦏ꧀ꦧꦶꦱꦣꦤ꧀ꦠꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦱꦩ꧀ꦥꦻꦏꦼꦩꦩ꧀ꦥꦸꦮꦤ꧀ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦕꦆꦱꦶꦲꦠꦶꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦎꦫꦁ꧉ꦧꦃꦮꦩꦼꦫꦺꦏꦣꦠꦁꦏꦼꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦩꦏꦩ꧀ꦪꦁꦣꦶꦏꦼꦫꦩꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦠꦸꦗꦸꦮꦤ꧀–ꦲꦚꦣꦶꦫꦶꦚꦣꦤ꧀ꦠꦸꦲꦤ꧀ꦪꦁꦠꦲꦸ—ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦭꦃꦮꦶꦭꦪꦃꦱꦪꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦁꦲ꦳ꦏꦶꦩꦶꦚ꧈ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦭꦃꦏꦶꦠꦗꦸꦒꦣꦥꦠ꧀ꦩꦼꦔꦼꦂꦠꦶꦤꦶꦪꦠ꧀ꦝꦤ꧀ꦲꦠꦶꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁ꧈ꦏꦥꦱꦶꦠꦱ꧀ꦏꦶꦠꦧꦫꦁꦏꦭꦶꦲꦚꦩꦩ꧀ꦥꦸꦩꦼꦩꦏ꧀ꦤꦻꦠꦶꦤ꧀ꦝꦏꦤ꧀ꦠꦶꦤ꧀ꦝꦏꦤ꧀ꦭꦲꦶꦫꦶꦪꦃꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁ꧈ꦤꦩꦸꦤ꧀ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦧꦺꦂꦄꦂꦠꦶꦣꦼꦔꦤ꧀ꦏꦼꦩꦩ꧀ꦥꦸꦮꦤ꧀ꦆꦠꦸꦏꦶꦠꦣꦥꦠ꧀ꦩꦼꦚꦶꦩ꧀ꦥꦸꦭ꧀ꦏꦤ꧀ꦱꦼꦩꦸꦮꦆꦱꦶꦲꦠꦶꦩꦼꦫꦺꦏ꧈ꦥꦫꦥꦼꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦆꦠꦸ꧉
꧋ꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦱꦼꦧꦒꦻꦥꦼꦫꦶꦱ꧀ꦠꦶꦮꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀꧌ꦧꦸꦣꦪ꧍ꦣꦼꦔꦤ꧀ꦱꦼꦒꦭꦣꦩ꧀ꦥꦏ꧀ꦚꦧꦸꦮꦠ꧀ꦱꦪꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦏꦤ꧀ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦒꦩ꧀ꦧꦫꦤ꧀ꦥꦺꦴꦱꦶꦠꦶꦥ꦳꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦪꦁꦣꦶꦗ꦳ꦶꦪꦫꦲꦶ꧈ꦱꦪꦪꦏꦶꦤ꧀ꦩꦼꦫꦺꦏꦪꦁꦣꦶꦗ꦳ꦶꦪꦫꦲꦶꦆꦠꦸꦥꦱ꧀ꦠꦶꦭꦃꦎꦫꦁꦧꦻꦏ꧀ꦧꦻꦏ꧀ꦝꦶꦮꦏ꧀ꦠꦸꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦚꦣꦸꦭꦸ꧈ꦏꦼꦪꦏꦶꦤꦤ꧀ꦱꦪꦠꦶꦣꦏ꧀ꦧꦼꦫꦸꦧꦃ꧉ꦩꦼꦫꦺꦏꦣꦶꦩꦱꦭꦭꦸꦥꦱ꧀ꦠꦶꦠꦼꦭꦃꦩꦼꦭꦏꦸꦏꦤ꧀ꦱꦼꦱꦸꦮꦠꦸꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦎꦫꦁꦧꦚꦏ꧀꧈ꦩꦼꦤ꧀ꦝꦺꦴꦄꦏꦤ꧀ꦚꦲꦏꦶꦏꦠ꧀ꦚꦄꦣꦭꦃꦩꦼꦤ꧀ꦝꦺꦴꦄꦏꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉ꦩꦤ꧀ꦥ꦳ꦄꦠ꧀ꦆꦠꦸꦏꦶꦠꦫꦱꦏꦤ꧀ꦲꦶꦁꦒꦏꦶꦤꦶ꧉ꦩꦼꦔꦼꦠꦲꦸꦮꦶꦱꦼꦗꦫꦃꦧꦒꦻꦩꦤꦩꦼꦫꦺꦏꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦄꦣꦭꦃꦕꦼꦂꦩꦶꦤ꧀꧈ꦆꦪꦩꦼꦩꦤ꧀ꦠꦸꦭ꧀ꦏꦤ꧀ꦗꦼꦗꦏ꧀ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦼꦭꦗꦫꦤ꧀ꦥꦣꦏꦶꦠ꧉ꦩꦏꦩꦼꦤ꧀ꦝꦠꦔꦶꦚ꧌ꦩꦼꦤ꧀ꦗ꦳ꦶꦪꦫꦲꦶꦚ꧍ꦄꦣꦭꦃꦈꦁꦏꦥꦤ꧀ꦝꦫꦶꦫꦱꦱꦾꦸꦏꦸꦂꦏꦶꦠꦄꦠꦱ꧀ꦄꦥꦪꦁꦣꦶꦭꦏꦸꦏꦤ꧀ꦚꦣꦶꦩꦱꦭꦭꦸ꧉
꧋ꦫꦸꦥꦫꦸꦥꦚꦱꦼꦣꦶꦏꦶꦠ꧀ꦝꦫꦶꦏꦶꦠꦩꦻꦴꦧꦼꦭꦗꦂꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁꦕꦫꦩꦼꦫꦺꦏꦲꦶꦣꦸꦥ꧀꧈ꦩꦼꦔꦁꦒꦥ꧀ꦚꦱꦼꦧꦒꦻꦩꦱꦭꦭꦸꦪꦁꦠꦏ꧀ꦥꦼꦂꦭꦸꦣꦶꦠꦺꦔꦺꦴꦏ꧀꧈ꦏꦶꦠꦄꦣꦭꦃꦒꦼꦤꦼꦫꦱꦶꦄꦭ꧀ꦥꦭꦸꦥ꧉ꦏꦶꦠꦠꦏ꧀ꦭꦲꦶꦂꦣꦫꦶꦫꦸꦮꦁꦲꦩ꧀ꦥ꧉ꦣꦤ꧀ꦧꦁꦱꦪꦁꦧꦼꦱꦂꦄꦣꦭꦃꦧꦁꦱꦪꦁꦩꦻꦴꦧꦼꦭꦗꦂꦣꦫꦶꦩꦱꦭꦭꦸꦚ꧉ꦮꦭ꧀ꦭꦲꦸꦔ꦳ꦭꦩ꧀꧉
꧋ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦒꦼꦫꦏ꧀ꦥꦼꦫꦸꦧꦲꦤ꧀ꦝꦶꦪꦩ꧀ꦝꦶꦪꦩ꧀ꦠꦼꦔꦃꦣꦶꦭꦏꦸꦏꦤ꧀꧈ꦊꦣꦏꦤ꧀ꦚꦱꦸꦮꦠꦸꦱꦄꦠ꧀ꦧꦶꦱꦣꦶꦧꦪꦁꦏꦤ꧀ꦄꦏꦤ꧀ꦩꦼꦁꦒꦸꦚ꧀ꦕꦁꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦏꦶꦠ꧉ꦱꦼꦱꦸꦮꦠꦸꦪꦁꦭꦩꦣꦶꦕꦫꦶꦧꦫꦸꦣꦶꦠꦼꦩꦸꦏꦤ꧀꧈ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦱ꧀ꦥꦶꦫꦶꦠ꧀ꦪꦁꦩꦩ꧀ꦥꦸꦩꦼꦩ꧀ꦧꦁꦏꦶꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦏꦶꦠꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁꦄꦂꦠꦶꦥꦼꦤ꧀ꦠꦶꦁꦩꦼꦩꦲꦩꦶꦆꦣꦺꦤ꧀ꦠꦶꦠꦱ꧀ꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉ꦣꦼꦔꦤ꧀ꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦆꦠꦸꦄꦥꦪꦁꦧꦼꦭꦸꦩ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦏꦶꦠꦥꦲꦩꦶꦱꦼꦧꦼꦭꦸꦩ꧀ꦚꦄꦏꦤ꧀ꦩꦼꦤꦼꦩꦸꦏꦤ꧀ꦩꦺꦴꦩꦺꦤ꧀ꦠꦸꦩ꧀ꦚ꧉ꦪꦏ꧀ꦤꦶ; ꦣꦼꦱ꧀ꦥꦶꦫꦶꦠ꧀ꦎꦥ꦳꧀ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦏꦂꦠ (The Spirit of Jogjakarta)꧉
꧋ꦩꦏ꧈ꦩꦼꦔꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦏꦤ꧀ꦫꦸꦃ꧌ꦱ꧀ꦥꦶꦫꦶꦠ꧀꧍ꦏꦼꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦚꦱꦼꦩꦸꦭꦄꦏꦤ꧀ꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦩꦼꦤꦩ꧀ꦥꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦏꦼꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦄꦤ꧀ꦮꦶꦭꦪꦃꦆꦤꦶ꧉“ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦏꦂꦠꦏꦺꦴꦠꦲꦤꦕꦫꦏ”꧉ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦮ꦳ꦶꦱꦶꦣꦼꦔꦤ꧀ꦧꦼꦒꦶꦠꦸꦧꦚꦏ꧀ꦏꦼꦆꦔꦶꦤꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦲꦫꦥꦤ꧀ꦪꦁꦣꦶꦠꦤꦩ꧀ꦏꦤ꧀ꦝꦶꦣꦭꦩ꧀ꦚ꧉ꦠꦏ꧀ꦄꦣꦪꦁꦊꦧꦶꦃꦥꦤ꧀ꦠꦱ꧀ꦧꦸꦮꦠ꧀ꦏꦶꦠꦱꦼꦭꦻꦤ꧀ꦩꦼꦤ꧀ꦝꦸꦏꦸꦁꦚꦣꦼꦔꦤ꧀ꦱꦼꦒꦭꦕꦫ꧉
꧋ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦏꦃꦲꦫꦶꦆꦤꦶ꧈ꦣꦶꦌꦫꦣꦶꦒꦶꦠꦭ꧀ꦱꦄꦠ꧀ꦆꦤꦶꦩꦺꦣꦤ꧀ꦥꦼꦂꦠꦫꦸꦲꦤ꧀ꦆꦣꦺꦤ꧀ꦠꦶꦠꦱ꧀ꦏꦶꦠꦧꦼꦂꦥꦶꦤ꧀ꦝꦃꦏꦼꦭꦪꦂꦭꦪꦂꦣꦶꦒꦶꦠꦭ꧀꧈ꦌꦏ꧀ꦱꦶꦱ꧀ꦠꦺꦤ꧀ꦱꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦪꦁꦠꦏ꧀ꦠꦩ꧀ꦥꦶꦭ꧀ꦝꦶꦫꦤꦃꦣꦶꦒꦶꦠꦭ꧀ꦆꦤꦶꦄꦏꦤ꧀ꦝꦶꦄꦁꦒꦥ꧀ꦥꦸꦤꦃ꧉ꦤꦩꦸꦤ꧀ꦱꦼꦧꦼꦭꦸꦩ꧀ꦱꦼꦩꦸꦮꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦠꦼꦂꦭꦩ꧀ꦧꦠ꧀ꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦆꦠꦸꦠꦼꦭꦃꦠꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦣꦤ꧀ꦩꦼꦤꦼꦩꦸꦏꦤ꧀ꦱ꧀ꦥꦶꦫꦶꦠ꧀ꦚꦣꦭꦩ꧀ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦮ꦳ꦶꦱꦶ“ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦏꦂꦠꦏꦺꦴꦠꦲꦤꦕꦫꦏ”꧉
꧋ꦆꦤꦶꦭꦃꦪꦁꦲꦫꦶꦆꦤꦶꦏꦶꦠꦕꦫꦶꦕꦫꦶꦣꦤ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦏꦼꦠꦶꦣꦏ꧀ꦱꦣꦫꦤ꧀ꦧꦸꦣꦪꦗꦸꦱ꧀ꦠꦿꦸꦏꦶꦠꦩꦼꦤꦼꦩꦸꦏꦤ꧀ꦚ꧉ꦱꦼꦩꦺꦴꦒꦣꦼꦔꦤ꧀ꦮ꦳ꦶꦱꦶꦆꦤꦶꦏꦶꦠꦩꦩ꧀ꦥꦸꦩꦼꦤꦸꦚ꧀ꦗꦸꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦧꦃꦮꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦏꦉꦤꦩꦼꦔꦩ꧀ꦧꦶꦭ꧀ꦆꦤꦶꦱꦶꦪꦠꦶꦥ꦳꧀ꦩꦼꦔꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦏꦤ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦏꦼꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦪꦁꦱꦼꦩꦼꦱ꧀ꦠꦶꦚ꧉
Sebuah gerak perubahan diam-diam tengah dilakukan. Ledakannya suatu saat bisa dibayangkan akan menguncang kesadaran kita. Sesuatu yang lama dicari baru ditemukan. Sebuah spirit yang mampu membangkitkan Kembali kesadaran kita tentang arti penting memahami identitas sendiri. Dengan kesadaran itu apa yang belum pernah kita pahami sebelumnya akan menemukan momentumnya. Yakni; the spirit of Jogjakarta.
Maka, mengembalikan ruh (spirit) ke tempatnya semula akan semakin menampakkan keistimewaan wilayah ini. “Jogjakarta Kota Ha Na Ca Ra Ka”. Sebuah visi dengan begitu banyak keinginan dan harapan yang ditanamkan di dalamnya. Tak ada yang lebih pantas buat kita selain mendukungnya dengan segala cara.
Bukankah hari ini, di era digital saat ini medan pertaruhan identitas kita berpindah ke layar-layar digital. Eksistensi aksara yang tak tampil di ranah digital ini akan dianggap punah. Namun sebelum semua menjadi terlambat, kesadaran itu telah tumbuh dan menemukan spiritnya dalam sebuah visi “Jogjakarta Kota Ha Na Ca Ra Ka”.
Inilah yang hari ini kita cari-cari dan dalam ketidaksadaran budaya justru kita menemukannya. Semoga dengan visi ini kita mampu menunjukkan bahwa Jogja semakin istimewa karena mengambil inisiatif mengembalikan aksara Jawa ke tempat yang semestinya.
꧋ꦱꦶꦪꦥꦱꦶꦃꦪꦁꦠꦏ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦩꦏꦤ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁ?!ꦧꦃꦏꦤ꧀ꦱꦼꦏꦼꦭꦱ꧀ꦎꦧꦩ (Obama)꧈ꦥꦿꦺꦱꦶꦣꦺꦤ꧀ꦄꦩꦺꦫꦶꦏꦆꦠꦸꦱꦸꦏꦣꦼꦔꦤ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁ꧉ꦏꦺꦴꦤꦺꦴꦤ꧀ꦱꦄꦠ꧀ꦥꦿꦺꦱꦶꦣꦺꦤ꧀ꦄꦩꦺꦫꦶꦏꦆꦠꦸꦠꦶꦁꦒꦭ꧀ꦝꦶꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ꧈ꦱꦠꦸꦗꦼꦤꦶꦱ꧀ꦩꦏꦤꦤ꧀ꦏ꦳ꦱ꧀ꦪꦁꦏꦼꦫꦥ꧀ꦝꦶꦱꦤ꧀ꦠꦥ꧀ꦚ;ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁ!꧉ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦄꦣꦭꦃꦏ꦳ꦱ꧀ꦕꦶꦠꦫꦱꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧉ꦆꦪꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦩꦺꦤꦸꦱꦗꦶꦪꦤ꧀ꦱꦫꦥꦤ꧀ꦥꦒꦶ꧉ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦸꦱꦗꦣꦼꦔꦤ꧀ꦱꦼꦒꦼꦭꦱ꧀ꦏꦺꦴꦥꦶꦄꦠꦻꦴꦠꦺꦃꦠꦸꦧꦿꦸꦏ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦠꦼꦫꦱꦧꦼꦒꦶꦠꦸꦤꦶꦏ꧀ꦩꦠ꧀꧈ꦄꦼꦤ꧀ꦠꦃꦣꦶꦪꦩ꧀ꦝꦶꦪꦩ꧀ꦝꦶꦄꦏꦸꦮꦶꦄꦠꦻꦴꦠꦶꦣꦏ꧀ꦏꦶꦠꦄꦣꦭꦃꦗꦼꦤꦶꦱ꧀ꦒꦼꦤꦼꦫꦱꦶꦪꦁꦣꦶꦧꦼꦱꦂꦏꦤ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦏꦼꦧꦸꦣꦪꦄꦤ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦏ꦳ꦱ꧀ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧉ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦏꦼꦧꦸꦣꦪꦄꦤ꧀ꦝꦶꦩꦤꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦭꦫꦸꦠꦤ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦧꦸꦣꦪꦏꦶꦠꦥꦣꦄꦏ꦳ꦶꦂꦚꦩꦼꦚ꧀ꦕꦼꦂꦩꦶꦤ꧀ꦏꦤ꧀ꦥꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀ꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦕꦶꦠꦫꦱꦣꦸꦤꦶꦪꦧꦠꦶꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦏꦶꦠꦥꦣꦄꦥꦪꦁꦧꦶꦪꦱꦏꦶꦠꦱꦼꦧꦸꦠ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦮꦺꦴꦢ꧀ꦮ꦳ꦶꦪꦸꦮ꧀ (world view).
꧋ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦪꦁꦧꦻꦏ꧀ꦝꦤ꧀ꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦠꦼꦤ꧀ꦠꦸꦚꦣꦥꦠ꧀ꦝꦶꦫꦱꦏꦤ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦥꦼꦤꦸꦃꦱꦼꦭꦺꦫ꧉ꦣꦶꦩꦤꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦫꦩꦸꦮꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦧꦸꦩ꧀ꦧꦸꦩꦱꦏ꧀ꦚꦠꦏ꧀ꦄꦣꦱꦠꦸꦪꦁꦣꦺꦴꦩꦶꦤꦤ꧀꧈ꦱꦼꦩꦸꦮꦧꦲꦤ꧀ꦫꦱꦣꦤ꧀ꦧꦸꦩ꧀ꦧꦸ;ꦤꦱꦶ꧈ꦕꦧꦺ꧈ꦧꦮꦁꦩꦺꦫꦃ꧈ꦠꦼꦫꦱꦶ꧈ꦧꦮꦁꦥꦸꦠꦶꦃ꧈ꦒꦫꦩ꧀ꦩꦼꦫꦶꦕ꧈ꦏꦺꦕꦥ꧀ꦝꦻꦴꦤ꧀ꦧꦮꦁ꧈ꦠꦼꦭꦸꦂꦄꦠꦻꦴꦥꦸꦤ꧀ꦝꦒꦶꦁꦱꦼꦧꦒꦻꦕꦩ꧀ꦥꦸꦫꦤ꧀ꦩꦶꦚꦏ꧀ꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦣꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦸꦚꦥꦼꦚꦼꦣꦥ꧀ꦫꦱ꧉ꦱꦼꦩꦸꦮꦣꦥꦠ꧀ꦝꦶꦫꦱꦏꦤ꧀ꦱꦼꦕꦫꦧꦼꦂꦱꦩ꧉ꦄꦱꦶꦤ꧀ꦚꦩꦩ꧀ꦥꦸꦣꦶꦫꦱꦏꦤ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦥꦱ꧀꧈ꦥꦼꦣꦱ꧀ꦚꦣꦥꦠ꧀ꦏꦶꦠꦫꦱꦏꦤ꧀ꦱꦼꦱꦸꦮꦻꦱꦼꦭꦺꦫ꧉ꦧꦻꦴꦧꦮꦁꦚꦧꦶꦱꦏꦶꦠꦲꦶꦫꦸꦥ꧀ꦝꦤ꧀ꦫꦱꦏꦤ꧀꧈ꦩꦤꦶꦱ꧀ꦏꦺꦕꦥ꧀ꦚꦠꦏ꧀ꦩꦼꦔꦸꦫꦔꦶꦫꦱꦫꦱꦭꦻꦤ꧀ꦚꦪꦁꦱꦸꦣꦃꦄꦣ꧉ꦫꦶꦁꦏꦱ꧀ꦚ꧈ꦠꦏ꧀ꦄꦣꦝꦫꦶꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦠꦸꦪꦁꦲꦶꦭꦁꦫꦱꦚ꧉ꦱꦼꦩꦸꦮꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦱꦠꦸ꧉ꦱꦠꦸꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦱꦼꦩꦸꦮ꧉ꦆꦠꦸꦭꦃꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮ꧉
꧋ꦣꦥꦠ꧀ꦏꦃꦏꦶꦠꦩꦼꦩ꧀ꦧꦪꦁꦏꦤ꧀ꦱꦠꦸꦣꦶꦄꦤ꧀ꦠꦫꦧꦲꦤ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦆꦠꦸꦪꦁꦠꦶꦣꦏ꧀ꦥꦱ꧀ꦱꦼꦩꦶꦱꦭ꧀ꦤꦱꦶꦚꦧꦱꦶꦄꦠꦻꦴꦫꦱꦠꦼꦫꦱꦶꦚꦲꦶꦭꦁ?!ꦥꦱ꧀ꦠꦶꦭꦃꦄꦏꦤ꧀ꦱꦔꦠ꧀ꦧꦼꦂꦥꦼꦔꦫꦸꦃꦥꦣꦏꦼꦱꦼꦣꦥꦤ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦠꦸꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦠꦶꦣꦏ꧀ꦭꦃꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦧꦶꦭꦲꦚꦫꦱꦏꦺꦕꦥ꧀ꦱꦗꦪꦁꦩꦸꦚ꧀ꦕꦸꦭ꧀꧈ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦠꦶꦣꦏ꧀ꦭꦃꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦣꦼꦔꦤ꧀ꦫꦱꦄꦱꦶꦤ꧀ꦪꦁꦧꦼꦂꦊꦧꦶꦲꦤ꧀꧈ꦥꦸꦤ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦠꦶꦣꦏ꧀ꦭꦃꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦱꦼꦧꦧ꧀ꦥꦼꦣꦱ꧀ꦚꦩꦼꦊꦧꦶꦲꦶꦈꦏꦸꦫꦤ꧀ꦈꦩꦸꦩ꧀꧈ꦱꦼꦱꦸꦮꦠꦸꦪꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦆꦤꦶ꧈ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦏꦶꦠꦆꦠꦸ꧈ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦸꦚꦲꦣꦶꦂꦏꦉꦤꦱꦼꦎꦫꦁꦏꦺꦴꦏꦶꦪꦁꦩꦼꦔꦼꦂꦠꦶꦧꦒꦻꦩꦤꦩꦼꦩꦣꦸꦏꦤ꧀ꦱꦼꦩꦸꦮꦫꦱꦠꦤ꧀ꦥꦩꦼꦁꦲꦶꦭꦁꦏꦤ꧀ꦱꦠꦸꦣꦼꦔꦤ꧀ꦭꦻꦤ꧀ꦚ꧉ꦱꦼꦩꦸꦮꦫꦱꦣꦶꦱꦠꦸꦏꦤ꧀ꦠꦥꦶꦠꦶꦣꦏ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦱꦭꦶꦁꦩꦼꦔꦭꦃꦏꦤ꧀꧈ꦏꦺꦴꦏꦶꦪꦁꦧꦻꦏ꧀ꦄꦣꦭꦃꦏꦺꦴꦏꦶꦪꦁꦩꦩ꧀ꦥꦸꦩꦼꦁꦲꦣꦶꦂꦏꦤ꧀ꦲꦶꦣꦔꦤ꧀ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦆꦠꦸꦱꦼꦧꦒꦻꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦱꦼꦤꦶꦩꦼꦩꦱꦏ꧀ꦠꦶꦁꦏꦠ꧀ꦝꦺꦮ꧉
*****
꧋ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦏꦶꦠꦄꦣꦭꦃꦣꦤ꧀ꦩꦸꦁꦏꦶꦤ꧀ꦱꦼꦲꦫꦸꦱ꧀ꦚꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦆꦠꦸ꧉ꦱꦼꦗꦏ꧀ꦧꦼꦫꦧꦣ꧀ꦄꦧꦣ꧀ꦭꦩꦚ꧈ꦏꦼꦠꦼꦂꦠꦫꦶꦏꦤ꧀ꦎꦫꦁꦎꦫꦁꦌꦫꦺꦴꦥꦥꦣꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫꦏꦉꦤꦧꦚꦏ꧀ꦲꦭ꧀ꦲꦭ꧀ꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦠꦼꦂꦱꦗꦶꦱꦼꦣꦼꦩꦶꦏꦶꦪꦤ꧀ꦫꦸꦥꦣꦶꦤꦼꦒꦼꦫꦶꦏꦠꦸꦭꦶꦱ꧀ꦠꦶꦮꦏꦶꦠꦆꦤꦶ꧉ꦩꦸꦭꦻꦣꦫꦶꦉꦩ꧀ꦥꦃꦉꦩ꧀ꦥꦃ꧈ꦲꦱꦶꦭ꧀ꦲꦸꦠꦤ꧀ꦥꦺꦴꦠꦺꦤ꧀ꦱꦶꦭꦻꦴꦠ꧀ꦲꦱꦶꦭ꧀ꦧꦸꦩꦶꦭꦻꦤ꧀ꦚꦣꦤ꧀ꦗꦸꦒꦥꦺꦴꦠꦺꦤ꧀ꦱꦶꦧꦮꦃꦧꦸꦩꦶꦏꦶꦠ꧉ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦏꦃꦏꦉꦤꦆꦠꦸꦱꦼꦩꦸꦮꦎꦫꦁꦎꦫꦁꦌꦫꦺꦴꦥꦏꦼꦩꦸꦣꦶꦪꦤ꧀ꦧꦼꦂꦱꦠꦸꦥꦣꦸꦧꦶꦏꦶꦤ꧀ꦎꦂꦒꦤꦶꦱꦱꦶꦥꦼꦂꦣꦒꦔꦤ꧀ꦝꦸꦤꦶꦪ꧌ꦮ꦳ꦺ꧈ꦎ꧈ꦕꦺ꧍꧉ꦣꦼꦔꦤ꧀ꦎꦂꦒꦤꦶꦱꦱꦶꦆꦠꦸꦩꦼꦫꦺꦏꦩꦼꦩ꧀ꦧꦸꦮꦠ꧀ꦏꦥ꧀ꦭꦶꦁꦏꦥ꧀ꦭꦶꦁꦌꦏ꧀ꦱ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦴꦆꦠꦱꦶꦄꦠꦱ꧀ꦲꦂꦠꦏꦫꦸꦤ꧀ꦏꦶꦠꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉ꦆꦤꦶꦭꦃꦄꦏꦶꦧꦠ꧀ꦚꦏꦶꦠꦩꦼꦫꦱꦣꦶꦗꦗꦃꦱꦼꦏꦶꦪꦤ꧀ꦫꦠꦸꦱ꧀ꦠꦲꦸꦤ꧀꧈ꦱꦼꦭꦭꦸꦣꦶꦣꦭꦩ꧀ꦱꦼꦗꦫꦃꦪꦁꦏꦶꦠꦱꦭꦃꦏꦤ꧀ꦄꦣꦭꦃꦩꦼꦫꦺꦏ꧈ꦎꦫꦁꦎꦫꦁꦌꦫꦺꦴꦥꦆꦠꦸ꧉ꦧꦃꦏꦤ꧀ꦠꦤ꧀ꦥꦱꦼꦣꦶꦏꦶꦠ꧀ꦥꦸꦤ꧀ꦩꦺꦚꦭꦃꦏꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦧꦃꦮꦏꦶꦠꦆꦏꦸꦠ꧀ꦩꦼꦚꦸꦩ꧀ꦧꦁꦣꦫꦶꦏꦼꦠꦼꦂꦧꦼꦭꦏꦔꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦏꦶꦠꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉
꧋ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦄꦣꦭꦃꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦆꦠꦸ꧉ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦱꦼꦒꦭꦫꦶꦠꦸꦮꦭ꧀ꦧꦸꦣꦪꦠꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦱꦸꦧꦸꦂꦣꦫꦶꦧꦼꦫꦒꦩ꧀ꦌꦠ꧀ꦤꦶꦏ꧀ꦝꦤ꧀ꦱꦸꦏꦸꦧꦁꦱ꧉ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮ꧈ꦱꦼꦏꦭꦶꦭꦒꦶ꧈ꦄꦣꦭꦃꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦪꦁꦠꦏ꧀ꦩꦼꦁꦲꦶꦭꦁꦏꦤ꧀ꦱꦼꦠꦶꦪꦥ꧀ꦈꦤ꧀ꦱꦸꦂꦥꦼꦚꦸꦩ꧀ꦧꦁꦏꦼꦱꦼꦣꦥꦤ꧀ꦫꦱꦚ꧉ꦣꦼꦔꦤ꧀꧇꧑꧓꧇꧉꧇꧐꧐꧐꧇ (17.000)ꦥꦸꦭꦻꦴꦊꦧꦶꦃꦪꦁꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦤ꧀ꦠꦁꦣꦫꦶꦈꦗꦸꦁꦧꦫꦠ꧀ꦱꦩ꧀ꦥꦻꦈꦗꦸꦁꦠꦶꦩꦸꦂꦏꦼꦥꦸꦭꦻꦴꦮꦤ꧀ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧈ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦣꦶꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦏꦤ꧀ꦎꦭꦺꦃꦱꦼꦏꦶꦪꦤ꧀ꦧꦚꦏ꧀ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦧꦸꦣꦪꦣꦤ꧀ꦧꦲꦱ꧉ꦩꦼꦁꦲꦶꦭꦁꦏꦤ꧀ꦚꦄꦣꦭꦃꦏꦼꦗꦲꦠꦤ꧀꧈ꦩꦼꦁꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦏꦤ꧀ꦚꦄꦣꦭꦃꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦥꦼꦁꦲꦂꦒꦄꦤ꧀꧈ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦲꦚꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦥꦼꦁꦲꦂꦒꦄꦤ꧀꧈ꦊꦧꦶꦃꦣꦫꦶꦆꦠꦸ꧈ꦄꦣꦭꦃꦈꦥꦪꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦔꦼꦤꦭꦶꦣꦤ꧀ꦧꦼꦭꦗꦂꦩꦼꦩꦲꦩꦶꦄꦤꦺꦏꦫꦒꦩ꧀ꦕꦶꦠꦿꦧꦸꦣꦪꦏꦼꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫꦄꦤ꧀ꦏꦶꦠ꧉ꦩꦼꦩꦲꦩꦶꦚꦄꦏꦤ꧀ꦧꦼꦂꦣꦩ꧀ꦥꦏ꧀ꦥꦣꦥꦼꦩ꧀ꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦱꦶꦏꦥ꧀ꦩꦺꦤ꧀ꦠꦭ꧀ꦩꦤꦸꦱꦶꦪꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦩꦺꦴꦣꦺꦉꦤ꧀꧈ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦊꦥꦱ꧀ꦝꦫꦶꦄꦏꦂꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦧꦸꦣꦪꦚꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦠꦥꦶꦗꦸꦒꦩꦩ꧀ꦥꦸꦧꦼꦂꦥꦶꦏꦶꦂꦏꦿꦶꦠꦶꦱ꧀ꦝꦤ꧀ꦠꦁꦒꦥ꧀ꦄꦠꦱ꧀ꦥꦼꦫꦸꦧꦲꦤ꧀ꦥꦼꦫꦸꦧꦲꦤ꧀ꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀ꦝꦶꦱꦼꦏꦶꦠꦂꦚ꧉
꧋ꦱꦼꦎꦫꦁꦠꦼꦩꦤ꧀ꦧꦼꦂꦭꦠꦂꦌꦠ꧀ꦤꦶꦱ꧀ꦧꦠꦏ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦩꦼꦔꦼꦭꦸꦃꦏꦉꦤꦠꦼꦩꦤ꧀ꦠꦼꦩꦤ꧀ꦚꦱꦼꦭꦭꦸꦧꦶꦭꦁꦣꦶꦫꦶꦚꦠꦼꦂꦭꦭꦸ“ꦧꦠꦏ꧀ꦧꦔꦼꦠ꧀”꧉ꦱꦪꦆꦔꦶꦤ꧀ꦏꦠꦏꦤ꧀ꦄꦥꦱꦭꦃꦚꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦠꦏ꧀꧈ꦄꦥꦏꦃꦏꦉꦤꦈꦁꦏꦥꦤ꧀“ꦧꦠꦏ꧀ꦧꦔꦼꦠ꧀ꦭꦸ!”ꦏꦼꦩꦸꦣꦶꦪꦤ꧀ꦄꦤ꧀ꦝꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦩꦶꦤ꧀ꦝꦼꦂ?ꦱꦼꦎꦭꦃꦎꦭꦃꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦠꦏ꧀ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦊꦧꦶꦃꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ꧉ꦱꦪꦧꦶꦭꦁꦥꦣꦠꦼꦩꦤ꧀ꦱꦪꦆꦠꦸ꧉ꦄꦣꦱꦼꦱꦸꦮꦠꦸꦪꦁꦏꦼꦭꦶꦫꦸꦣꦭꦩ꧀ꦕꦫꦧꦼꦂꦥꦶꦏꦶꦂꦏꦶꦠ꧉ꦧꦃꦮꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦠꦏ꧀ꦱꦼꦎꦭꦃꦎꦭꦃꦠꦶꦣꦏ꧀ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦣꦤ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦝꦼꦩꦶꦏꦶꦪꦤ꧀ꦝꦶꦕꦥ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦏꦩ꧀ꦥꦸꦔꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦎꦫꦶꦒꦶꦤ꧀꧈ꦱꦪꦏꦠꦏꦤ꧀ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦠꦏ꧀ꦝꦤ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦝꦼꦩꦶꦏꦶꦪꦤ꧀ꦗꦸꦒꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦗꦮ꧈ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦼꦠꦮꦶ꧈ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦱꦸꦤ꧀ꦝ꧈ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦄꦱ꧀ꦩꦠ꧀ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦸꦒꦶꦱ꧀ꦝꦤ꧀ꦭꦻꦤ꧀ꦭꦻꦤ꧀꧈ꦄꦣꦭꦃꦗꦸꦱ꧀ꦠꦿꦸꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦱꦼꦧꦼꦤꦂꦚ꧉ꦏꦉꦤꦣꦫꦶꦏꦼꦧꦠꦏꦤ꧀ꦏꦼꦗꦮꦄꦤ꧀ꦏꦼꦧꦸꦒꦶꦱꦤ꧀ꦆꦠꦸꦭꦃꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦣꦶꦧꦔꦸꦤ꧀꧈ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦠꦶꦣꦏ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃꦩꦼꦭꦲꦶꦂꦏꦤ꧀ꦧꦠꦏ꧀ꦝꦤ꧀ꦱꦼꦩꦸꦮꦱꦸꦏꦸꦧꦁꦱꦪꦁꦄꦣꦝꦶꦧꦸꦩꦶꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫꦆꦤꦶ꧉ꦱꦼꦧꦭꦶꦏ꧀ꦚ꧈ꦧꦠꦏ꧀ꦝꦤ꧀ꦱꦼꦩꦸꦮꦱꦸꦏꦸꦧꦁꦱꦭꦻꦤ꧀ꦝꦶꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫꦆꦤꦶꦩꦼꦭꦲꦶꦂꦏꦤ꧀ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ꧉
꧋ꦣꦤ꧀ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦠꦏ꧀ꦄꦣꦭꦃꦕꦫꦏꦶꦠꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ꧉ꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦧꦠꦏ꧀ꦄꦤ꧀ꦝꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦭꦃꦄꦤ꧀ꦝ꧉ꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦧꦼꦠꦮꦶꦄꦤ꧀ꦝꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦭꦃꦄꦤ꧀ꦝ꧉ꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦥꦥꦸꦮꦄꦤ꧀ꦝꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪꦭꦃꦄꦤ꧀ꦝ꧉ꦏꦶꦠꦱꦼꦩꦸꦮꦄꦣꦭꦃꦧꦲꦤ꧀ꦝꦱꦂꦣꦫꦶꦄꦥꦪꦁꦏꦶꦠꦱꦼꦧꦸꦠ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦆꦠꦸ꧉ꦤꦱꦶꦒꦺꦴꦫꦺꦁꦩꦸꦭ꧀ꦠꦶꦏꦸꦭ꧀ꦠꦸꦂ꧉ꦮꦭ꧀ꦭꦃꦲꦸꦔ꦳ꦭꦩ꧀꧉
꧋ꦒꦸꦫꦸ꧇ ꦲꦸꦩꦸꦂꦩꦸꦥꦶꦫ꧈ ꦒꦺꦴꦁ꧉
꧋ꦧꦒꦺꦴꦁ꧇ ꦲꦶꦕꦭ꧀ ꦥꦏ꧀ꦒꦸꦫꦸ꧉
꧋ꦒꦸꦫꦸ꧇ ꦏꦼꦥꦿꦶꦪꦺ꧈ ꦠ꧈ ꦲꦸꦩꦸꦂꦢꦢꦶꦧꦶꦱꦲꦶꦭꦁ꧉
꧋ꦧꦒꦺꦴꦁ꧇ ꦱꦚ꧀ꦗꦁꦔꦶꦥꦸꦤ꧀ꦧꦥꦏ꧀ ꦲꦸꦩꦸꦂꦏꦸꦭꦱꦩꦶꦏꦭꦶꦪꦤ꧀ꦮꦶꦠ꧀ ꦏ꧀ꦭꦥꦲꦶꦁ ꦔꦗꦼꦁ ꦒꦿꦶ ꦪ ꦏꦸꦭ꧉ ꦏꦭꦮꦶꦔꦶꦮꦶꦠ꧀ꦠꦶꦥꦸꦤ꧀ꦢꦶꦥꦸꦤ꧀ꦠꦼꦒꦺꦴꦂ꧉
꧋ꦧꦸꦏꦸꦆꦤꦶꦠꦼꦂꦧꦶꦠ꧀ꦥꦣꦠꦲꦸꦤ꧀ 1911꧈ꦣꦶꦠꦸꦭꦶꦱ꧀ꦎꦭꦺꦃꦱꦼꦎꦫꦁꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ ꧊ꦏ꧀ꦭꦺꦴꦥꦼꦤ꧀ꦧꦸꦫ꧀ꦒ꧀ (Kloppenburg) ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁꦠꦼꦠꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦲꦤ꧀ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦎꦤꦭ꧀ꦗꦮꦪꦁꦧꦶꦱ ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦎꦧꦠ꧀ꦎꦧꦠ꧀ꦠꦤ꧀ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦎꦤꦭ꧀꧉ ꦪꦁꦩꦼꦤꦫꦶꦏ꧀ꦝꦫꦶꦧꦸꦏꦸꦆꦤꦶꦄꦤ꧀ꦠꦫ
ꦭꦻꦤ꧀ꦪꦏ꧀ꦤꦶꦣꦶꦠꦸꦭꦶꦱ꧀ꦎꦭꦺꦃꦎꦫꦁꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝꦧꦼꦂꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦣꦤ꧀ꦧꦼꦂꦧꦲꦱꦗꦮ꧉
꧋ꦧꦫꦁꦏꦭꦶꦠꦶꦣꦏ꧀ꦧꦚꦏ꧀ꦝꦫꦶꦏꦶꦠꦎꦫꦁꦗꦮꦪꦁꦩꦼꦔꦼꦤꦭ꧀ꦠꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦠꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦲꦤ꧀ꦠꦿꦣꦶ ꦱꦶꦎꦤꦭ꧀ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦆꦤꦶ꧈ꦏꦉꦤꦏꦶꦠꦱꦸꦣꦃꦭꦩꦧꦼꦂꦗꦫꦏ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦩꦱꦭꦭꦸꦏꦶꦠꦠꦼꦂꦭꦭꦸꦗꦻꦴꦃ꧈
ꦱꦼꦲꦶꦁꦒꦏꦉꦤꦆꦠꦸꦩꦼꦩ꧀ꦧꦸꦠꦸꦃꦏꦤ꧀ꦮꦏ꧀ꦠꦸꦧꦒꦶꦏꦶꦠꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦩ꧀ꦥꦼꦭꦗꦫꦶꦚꦊꦧꦶꦃꦱꦼꦫꦶꦪꦸꦱ꧀
꧋ꦧꦸꦏꦸꦆꦤꦶꦥꦭꦶꦁꦠꦶꦣꦏ꧀ꦩꦼꦩꦏ꧀ꦱꦏꦶꦠꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦩꦼꦉꦤꦸꦁꦏꦤ꧀ꦏꦼꦧꦼꦂꦄꦣꦄꦤ꧀ꦮꦫꦶꦱꦤ꧀ꦩꦱꦭꦭꦸꦏꦶꦠꦄꦒꦂꦠꦶꦣꦏ꧀ꦱꦶꦪꦱꦶꦪ꧈
ꦧꦸꦏꦸꦆꦤꦶꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦥꦼꦤ꧀ꦠꦶꦁꦣꦶꦥꦼꦭꦗꦫꦶꦄꦒꦂꦏꦶꦠꦠꦶꦣꦏ꧀ꦭꦸꦥꦥꦣꦏꦼꦄꦫꦶꦥ꦳ꦤ꧀ꦩꦱꦭꦭꦸꦏꦶꦠꦣꦤ꧀ꦥꦼꦤꦼꦩꦸꦮꦤꦩꦺꦠꦺꦴꦣꦥꦼꦔꦺꦴꦧꦠ꧀ꦠꦤ꧀ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦎꦤꦭ꧀ꦪꦁꦏꦶꦠꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧉
꧋ꦱꦿꦮꦸꦁ
꧋ꦱꦿꦮꦸꦁ꧌ꦗꦮ꧍ꦈꦩꦸꦩ꧀ꦚꦣꦶꦩꦏ꧀ꦤꦻꦱꦼꦧꦒꦻꦧꦼꦂꦒꦻꦴꦭ꧀ꦄꦠꦻꦴꦩꦼꦩ꧀ꦧꦻꦴꦂ꧉ꦣꦶꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ꦗꦮꦈꦩꦸꦩ꧀ꦚꦱꦿꦮꦸꦁꦧꦶꦱꦣꦶꦭꦶꦲꦠ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦱꦼꦒꦭꦏꦼꦒꦶꦪꦠꦤ꧀ꦏꦼꦩꦱꦾꦫꦏꦠꦤ꧀꧈ꦩꦶꦱꦭ꧀ꦚ꧈ꦄꦕꦫꦩꦤ꧀ꦠꦺꦤꦤ꧀ꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀ꦏꦼꦂꦗꦧꦏ꧀ꦠꦶ꧈ꦫꦺꦴꦤ꧀ꦝ꧈ꦄꦫꦶꦱꦤ꧀ꦌꦂ꧈ꦠꦺ꧈ꦆꦏꦸꦠ꧀ꦠꦃꦭꦶꦭꦤ꧀ꦝꦤꦭꦻꦤ꧀ꦭꦻꦤ꧀꧈ꦱꦿꦮꦸꦁꦠꦏ꧀ꦱꦼꦏꦣꦂꦆꦏꦸꦠ꧀ꦥꦂꦠꦶꦱꦶꦥꦱꦶꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀ꦝꦶꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀꧈ꦏꦣꦁꦣꦭꦩ꧀ꦱꦿꦮꦸꦁꦗꦸꦒꦏꦶꦠꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦱꦼꦱꦸꦮꦠꦸꦧꦼꦂꦱꦶꦥ꦳ꦠ꧀ꦩꦠꦺꦫꦶꦪꦭ꧀꧈ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦱꦸꦩ꧀ꦧꦔꦤ꧀ꦏꦼꦥꦣꦠꦼꦠꦁꦒꦣꦶꦭꦶꦁꦏꦸꦔꦤ꧀ꦏꦶꦠꦠꦶꦁꦒꦭ꧀ꦏꦉꦤꦄꦣꦚꦥꦼꦫꦶꦱ꧀ꦠꦶꦮꦏ꦳ꦸꦱꦸꦱ꧀ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶ;ꦎꦫꦁꦱꦏꦶꦠ꧀ꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀ꦩꦤ꧀ꦠꦺꦤꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦏꦼꦭꦲꦶꦫꦤ꧀꧉
꧋ꦱꦿꦮꦸꦁꦄꦣꦭꦃꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦝꦫꦶꦥꦂꦠꦶꦱꦶꦥꦱꦶꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀꧈ꦆꦪꦗꦸꦒꦧꦼꦫꦸꦥꦱꦼꦩꦔꦠ꧀ꦱꦺꦴꦭꦶꦣꦫꦶꦠꦱ꧀ꦪꦁꦩꦸꦚ꧀ꦕꦸꦭ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦱꦼꦱꦩꦮꦂꦒ꧉ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦪꦁꦩꦼꦤꦸꦚ꧀ꦗꦸꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦉꦏꦠꦤ꧀ꦉꦏꦠꦤ꧀ꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀ꦄꦤ꧀ꦠꦂꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ꦠꦼꦂꦗꦭꦶꦤ꧀ꦱꦼꦣꦼꦩꦶꦏꦶꦪꦤ꧀ꦫꦸꦥ꧉ꦱꦿꦮꦸꦁꦩꦼꦫꦸꦗꦸꦏ꧀ꦥꦣꦏꦼꦫꦺꦭꦄꦤ꧀ꦆꦤ꧀ꦝꦶꦮ꦳ꦶꦣꦸꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦒꦶꦪꦤ꧀ꦝꦫꦶꦱꦸꦮꦠꦸꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ꦝꦶꦩꦤꦆꦪꦠꦶꦁꦒꦭ꧀꧉
꧋ꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦣꦶꦄꦁꦒꦥ꧀ꦧꦼꦂꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ꦄꦥꦧꦶꦭꦆꦪꦩꦸꦣꦃꦣꦤ꧀ꦩꦻꦴꦱꦿꦮꦸꦁ꧉ꦩꦼꦫꦺꦏꦪꦁꦗꦫꦁꦱꦿꦮꦸꦁꦄꦏꦤ꧀ꦝꦶꦧꦶꦕꦫꦏꦤ꧀ꦧꦚꦏ꧀ꦎꦫꦁ꧉ꦄꦥꦭꦒꦶꦠꦶꦣꦏ꧀ꦥꦼꦂꦤꦃ꧉ꦥꦱ꧀ꦠꦶꦄꦏꦤ꧀ꦝꦶꦒꦸꦚ꧀ꦗꦶꦁꦏꦤ꧀ꦎꦭꦺꦃꦄꦁꦒꦺꦴꦠꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀꧈ꦱꦿꦮꦸꦁꦣꦼꦔꦤ꧀ꦝꦼꦩꦶꦏꦶꦪꦤ꧀ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦱꦼꦩꦕꦩ꧀ꦈꦏꦸꦫꦤ꧀ꦱꦼꦧꦼꦫꦥꦱꦼꦫꦶꦁꦆꦤ꧀ꦠꦼꦫꦏ꧀ꦱꦶꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀ꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦣꦭꦩ꧀ꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦝꦶꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀꧈ꦱꦼꦧꦼꦫꦥꦧꦼꦱꦂꦣꦶꦫꦶꦚꦩꦼꦫꦱꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦒꦶꦪꦤ꧀ꦝꦫꦶꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦠꦱ꧀꧈ꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦱꦿꦮꦸꦁꦩꦼꦤꦸꦚ꧀ꦗꦸꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦚꦄꦣꦭꦃꦱꦼꦎꦫꦁꦪꦁꦩꦸꦣꦃꦧꦼꦂꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭꦶꦱꦱꦶꦣꦤ꧀ꦥꦼꦣꦸꦭꦶꦥꦣꦭꦶꦁꦏꦸꦥ꧀ꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀ꦚꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉
꧋ꦣꦭꦩ꧀ꦏꦺꦴꦤ꧀ꦠꦺꦏ꧀ꦱ꧀ꦪꦁꦊꦧꦶꦃꦭꦸꦮꦱ꧀ꦱꦿꦮꦸꦁꦧꦶꦱꦣꦶꦥꦲꦩꦶꦣꦫꦶꦄꦱ꧀ꦥꦺꦏ꧀ꦄꦱ꧀ꦥꦺꦏ꧀ꦏꦼꦲꦶꦣꦸꦥꦤ꧀ꦝꦶꦭꦸꦮꦂꦭꦶꦁꦏꦸꦥ꧀ꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉ꦧꦒꦻꦩꦤꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦩꦩ꧀ꦥꦸꦩꦼꦤꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦚꦣꦶꦠꦼꦔꦃꦫꦸꦮꦁꦭꦶꦁꦏꦸꦥ꧀ꦧꦼꦂꦧꦁꦱ꧉ꦣꦭꦩ꧀ꦱꦿꦮꦸꦁꦏꦶꦠꦣꦶꦄꦗꦂꦏꦤ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦧꦼꦂꦱꦶꦏꦥ꧀ꦠꦼꦥꦺꦴꦱꦼꦭꦶꦫ꧉ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦄꦗꦫꦤ꧀ꦌꦠꦶꦏꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀ꦗꦮꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦩꦲꦩꦶꦧꦃꦮꦏꦶꦠꦠꦶꦣꦏ꧀ꦧꦶꦱꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦪꦤ꧀꧈ꦧꦼꦂꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ꦲꦫꦸꦱ꧀ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶꦠꦺꦁꦒꦁꦫꦱꦪꦁꦠꦶꦁꦒꦶ꧉ꦥꦸꦚꦠꦺꦴꦊꦫꦤ꧀ꦱꦶꦪꦁꦧꦼꦱꦂ꧉ꦣꦥꦠ꧀ꦩꦼꦫꦱꦏꦤ꧀ꦄꦥꦪꦁꦣꦶꦫꦱꦏꦤ꧀ꦎꦫꦁꦭꦻꦤ꧀꧈
꧋ꦱꦿꦮꦸꦁꦣꦭꦩ꧀ꦫꦸꦮꦁꦭꦶꦁꦏꦸꦥ꧀ꦧꦼꦂꦧꦁꦱꦄꦂꦠꦶꦚꦏꦼꦱꦶꦪꦥꦤ꧀ꦏꦶꦠꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦧꦼꦭꦗꦂꦣꦫꦶꦧꦼꦂꦧꦒꦻꦩꦕꦩ꧀ꦥꦼꦂꦧꦺꦣꦄꦤ꧀꧈ꦱꦼꦧꦧ꧀ꦏꦶꦠꦲꦚꦭꦃꦱꦠꦸꦧꦒꦶꦪꦤ꧀꧈ꦱꦠꦸꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦠꦱ꧀ꦝꦫꦶꦱꦼꦏꦶꦪꦤ꧀ꦫꦒꦩ꧀ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦠꦱ꧀ꦪꦁꦧꦼꦂꦲꦏ꧀ꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦱꦼꦱꦩꦮꦂꦒꦧꦁꦱ꧉ꦱꦼꦧꦒꦻꦱꦼꦱꦩꦮꦂꦒꦤꦼꦒꦫ꧉ꦣꦼꦔꦤ꧀ꦧꦼꦭꦗꦂꦣꦫꦶꦥꦼꦂꦧꦺꦣꦄꦤ꧀ꦥꦼꦂꦧꦺꦣꦄꦤ꧀ꦆꦠꦸꦏꦶꦠꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦊꦧꦶꦃꦩꦼꦔꦼꦂꦠꦶꦠꦶꦠꦶꦏ꧀ꦠꦼꦁꦏꦂꦏꦶꦠꦣꦼꦔꦤ꧀ꦪꦁꦭꦻꦤ꧀꧈ꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦥꦣꦥꦼꦔꦼꦠꦲꦸꦮꦤ꧀ꦏꦶꦠꦆꦠꦸ꧌ꦧꦼꦭꦗꦂꦧꦼꦂꦧꦺꦣ꧍ꦩꦼꦤꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦏꦤ꧀ꦱꦶꦏꦥ꧀ꦠꦺꦴꦭꦺꦫꦤ꧀ꦱꦶ꧌ꦠꦼꦥꦺꦴꦱꦭꦶꦫ꧍꧉
꧋ꦧꦼꦭꦗꦂꦣꦫꦶꦥꦼꦂꦧꦺꦣꦄꦤ꧀ꦥꦣꦄꦏ꦳ꦶꦂꦚꦄꦣꦭꦃꦈꦥꦪꦩꦼꦮꦸꦗꦸꦣ꧀ꦏꦤ꧀ꦱꦶꦏꦥ꧀ꦠꦺꦴꦭꦺꦫꦤ꧀ꦱꦶꦆꦠꦸꦱꦼꦧꦒꦻꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦄꦥꦿꦺꦱꦶꦪꦱꦶ꧌ꦥꦼꦁꦲꦂꦒꦄꦤ꧀꧍ꦏꦶꦠꦥꦣꦏꦼꦧꦼꦫꦣꦄꦤ꧀ꦎꦫꦁꦭꦻꦤ꧀꧈ꦆꦤꦶꦭꦃꦱꦸꦧ꧀ꦱ꧀ꦠꦤ꧀ꦱꦶꦣꦫꦶꦱꦿꦮꦸꦁꦪꦁꦏꦶꦠꦧꦶꦕꦫꦏꦤ꧀ꦝꦶꦄꦮꦭ꧀꧈ꦣꦶꦩꦤꦆꦤ꧀ꦠꦶꦈꦠꦩꦣꦫꦶꦱꦼꦩꦸꦮꦲꦭ꧀ꦧꦼꦂꦏꦻꦠ꧀ꦱꦿꦮꦸꦁꦏꦼꦧꦁꦱꦄꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦏꦼꦧꦼꦂꦤꦼꦒꦫꦄꦤ꧀ꦆꦠꦸꦄꦣꦭꦃꦩꦼꦚꦠꦸꦚꦠꦶꦤ꧀ꦝꦏꦤ꧀ꦏꦶꦠꦧꦼꦂꦣꦱꦂꦄꦠꦱ꧀ꦥꦼꦁꦲꦂꦒꦄꦤ꧀ꦏꦼꦥꦣꦄꦱ꧀ꦥꦺꦏ꧀ꦄꦱ꧀ꦥꦺꦏ꧀ꦝꦶꦭꦸꦮꦂꦣꦶꦫꦶꦏꦶꦠꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ꧉
꧋ꦆꦤꦶꦄꦣꦭꦃꦥꦼꦏꦼꦂꦗꦄꦤ꧀ꦪꦁꦩꦼꦩ꧀ꦧꦸꦠꦸꦃꦏꦤ꧀ꦮꦏ꧀ꦠꦸ꧈ꦠꦼꦤꦒꦣꦤ꧀ꦥꦶꦏꦶꦫꦤ꧀꧈ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦸꦠꦸꦃꦏꦤ꧀ꦈꦥꦪꦱꦼꦫꦶꦪꦸꦱ꧀ꦩꦼꦭꦭꦸꦮꦶꦱꦶꦱ꧀ꦠꦶꦩ꧀ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦶꦣꦶꦏꦤ꧀꧈ꦧꦃꦮꦲꦏꦶꦏꦠ꧀ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦶꦣꦶꦏꦤ꧀ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦥꦣꦥꦼꦚ꧀ꦕꦥꦻꦪꦤ꧀ꦥꦼꦚ꧀ꦕꦥꦻꦪꦤ꧀ꦥꦽꦱ꧀ꦠꦱꦶꦥ꦳ꦺꦴꦂꦩꦭ꧀ꦱꦼꦱꦸꦮꦻꦈꦏꦸꦫꦤ꧀ꦈꦏꦸꦫꦤ꧀ꦏꦺꦴꦒ꧀ꦤꦶꦠꦶꦥ꦳꧀ꦱꦼꦩꦠ꧉ꦊꦧꦶꦃꦣꦫꦶꦆꦠꦸꦥꦼꦤ꧀ꦝꦶꦣꦶꦏꦤ꧀ꦱꦼꦩꦼꦱ꧀ꦠꦶꦚꦩꦼꦔꦕꦸꦥꦣꦥꦼꦩ꧀ꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏꦤ꧀ꦱꦶꦏꦥ꧀ꦩꦺꦤ꧀ꦠꦭ꧀ꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ꦪꦁꦩꦼꦔꦕꦸꦥꦣꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦈꦩꦸꦩ꧀꧈ꦪꦏ꧀ꦤꦶ;ꦏꦼꦱꦣꦫꦤ꧀ꦪꦁꦧꦼꦂꦠꦸꦩ꧀ꦥꦸꦥꦣꦤꦶꦭꦻꦤꦶꦭꦻꦏꦼꦩꦤꦸꦱꦶꦪꦄꦤ꧀ꦪꦁꦄꦣꦶꦭ꧀ꦝꦤ꧀ꦧꦼꦫꦣꦧ꧀꧈
꧋ꦧꦃꦮꦱꦼꦱꦼꦎꦫꦁꦣꦶꦭꦲꦶꦂꦏꦤ꧀ꦧꦼꦂꦧꦺꦣꦝꦼꦔꦤ꧀ꦏꦶꦠꦩꦼꦫꦸꦥꦏꦤ꧀ꦏꦺꦴꦣꦿꦠꦶꦣꦤ꧀ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦧꦶꦱꦣꦶꦈꦧꦃ꧉ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦕꦶꦤ꧈ꦄꦫꦧ꧀ꦗꦮ꧈ꦩꦼꦭꦪꦸ꧈ꦱꦸꦤ꧀ꦝ꧈ꦧꦸꦒꦶꦱ꧀ꦧꦠꦏ꧀꧈ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦥꦶꦭꦶꦲꦤ꧀꧈ꦠꦼꦠꦥꦶꦆꦪꦄꦣꦭꦃꦒꦶꦮ꦳ꦼꦤ꧀꧈ꦣꦤ꧀ꦧꦁꦱꦪꦁꦧꦻꦏ꧀ꦄꦣꦭꦃꦧꦁꦱꦪꦁꦩꦩ꧀ꦥꦸꦩꦼꦔꦼꦭꦺꦴꦭꦥꦼꦂꦧꦺꦣꦄꦤ꧀ꦥꦼꦂꦧꦺꦣꦄꦤ꧀ꦆꦤꦶꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦥꦺꦴꦫꦺꦴꦱ꧀ꦈꦠꦩꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦧꦁꦱꦪꦁꦏꦸꦮꦠ꧀ꦧꦼꦂꦣꦱꦂꦥꦣꦤꦶꦭꦻꦤꦶꦭꦻꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀ꦒꦼꦤꦺꦠꦶꦏꦭ꧀ꦩꦼꦫꦺꦏ꧉ꦮꦭ꧀ꦭꦲꦸꦔ꦳ꦭꦩ꧀꧈
Srawung (Jawa) umumnya dimaknai sebagai bergaul atau membaur. Di masyarakat Jawa umumnya srawung bisa dilihat dalam segala kegiatan kemasyarakatan. Misalnya, acara mantenan, kematian, kerja bakti, ronda, arisan RT, ikut tahlilan, dll. Srawung tak sekadar ikut partisipasi sosial di masyarakat. Kadang dalam srawung juga kita memberi sesuatu bersifat material. Memberi sumbangan kepada tetangga di lingkungan kita tinggal karena adanya peristiwa khusus seperti; orang sakit, kematian, mantenan dan kelahiran jabang bayi.
Srawung adalah bentuk dari partisipasi sosial. Ia juga berupa semangat solidaritas yang muncul sebagai sesama warga. Sebuah tradisi yang menunjukkan rekatan-rekatan sosial antar masyarakat terjalin sedemikian rupa. Srawung merujuk pada kerelaan individu untuk menjadi bagian dari suatu masyarakat di mana ia tinggal.
Seseorang dianggap bermasyarakat apabila ia mudah dan mau srawung. Mereka yang jarang srawung akan dibicarakan banyak orang. Apalagi tidak pernah. Pasti akan digunjingkan oleh anggota masyarakat. Srawung dengan demikian menjadi semacam ukuran seberapa sering interaksi sosial seseorang dalam hidup di masyarakat. Seberapa besar dirinya merasa menjadi bagian dari sebuah komunitas. Semakin srawung menunjukkan dirinya adalah seorang yang mudah bersosialisasi dan peduli pada lingkup sosialnya sendiri.
Dalam konteks yang lebih luas srawung bisa dipahami dari aspek-aspek kehidupan di luar lingkup sendiri. Bagaimana seseorang mampu menempatkan dirinya di tengah ruang lingkup berbangsa. Dalam srawung kita diajarkan untuk bersikap tepo selira. Sebuah ajaran etika sosial Jawa untuk memahami bahwa kita tidak bisa hidup sendirian. Bermasyarakat harus memiliki tenggang rasa yang tinggi. Punya toleransi yang besar. Dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Srawung dalam ruang lingkup berbangsa artinya kesiapan kita untuk belajar dari berbagai macam perbedaan. Sebab kita hanyalah satu bagian. Satu komunitas dari sekian ragam komunitas yang berhak hidup sebagai sesama warga bangsa. Sebagai sesama warga negara. Dengan belajar dari perbedaan-perbedaan itu kita menjadi lebih mengerti titik tengkar kita dengan yang lain. Kesadaran pada pengetahuan kita itu (belajar berbeda) menumbuhkan sikap toleransi (tepo selira).
Belajar dari perbedaan pada akhirnya adalah upaya mewujudkan sikap toleransi itu sebagai bentuk apresiasi (penghargaan) kita pada keberadaan orang lain. Inilah substansi dari srawung yang kita bicarakan di awal. Di mana inti utama dari semua hal berkait srawung kebangsaan dan kebernegaraan itu adalah menyatunya tindakan kita berdasar atas penghargaan kepada aspek-aspek di luar diri kita sendiri.
Ini adalah pekerjaan yang membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran. Membutuhkan upaya serius melalui sistim pendidikan. Bahwa hakikat pendidikan bukan pada pencapaian-pencapaian prestasi formal sesuai ukuran-ukuran kognitif semata. Lebih dari itu pendidikan semestinya mengacu pada pembentukan sikap mental masyarakat yang mengacu pada kesadaran umum. Yakni; kesadaran yang bertumpu pada nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bahwa seseorang dilahirkan berbeda dengan kita merupakan kodrati dan tidak bisa diubah. Menjadi Cina, Arab, Jawa, Melayu, Sunda, Bugis, Batak, dll., bukan sebuah pilihan. Tetapi ia adalah given. Dan, bangsa yang baik adalah bangsa yang mampu mengelola perbedaan-perbedaan ini menjadi poros utama membentuk bangsa yang kuat berdasar pada nilai-nilai tradisional-genetikal mereka. How much srawung are you?! Wallahu’alam.
꧋꧐꧋ꦣꦶꦱꦶꦤꦶꦣꦶꦥꦸꦤ꧀ꦕꦏ꧀ꦧꦸꦏꦶꦠ꧀ꦧꦁꦏꦺꦭ꧀ꦱꦿꦶꦩꦸꦭꦾꦥꦶꦪꦸꦔꦤ꧀ꦧꦤ꧀ꦠꦸꦭ꧀ꦧꦼꦂꦱꦼꦩꦪꦩ꧀ꦗꦱꦢ꧀ꦱꦼꦎꦫꦁꦠꦺꦴꦏꦺꦴꦃꦪꦁꦩꦸꦁꦏꦶꦤ꧀ꦗꦫꦁꦣꦶꦱꦼꦧꦸꦠ꧀ꦄꦠꦻꦴꦧꦃꦏꦤ꧀ꦠꦏ꧀ꦣꦶꦆꦔꦠ꧀ꦭꦒꦶ꧉ꦣꦶꦪꦄꦣꦭꦃ
꧈ꦏ꧈ꦥꦺ꧈ꦲ꧈ꦱꦸꦠꦠ꧀ꦩꦱꦸꦂꦪꦏꦸꦱꦸꦩꦣꦶꦏꦼꦤꦭ꧀ꦗꦸꦒꦏꦶꦱꦸꦠꦠ꧀ꦩ꧉ꦱꦶꦪꦥꦏꦃꦠꦺꦴꦏꦺꦴꦃꦆꦤꦶ?ꦧꦫꦁꦏꦭꦶꦩꦼꦫꦺꦏꦪꦁꦣꦠꦁꦣꦶꦧꦸꦏꦶꦠ꧀ꦧꦁꦏꦺꦭ꧀ꦊꦧꦶꦃꦩꦼꦔꦼꦤꦭ꧀ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦆꦤꦶꦱꦼꦩꦠꦩꦠꦲꦚꦱꦼꦧꦠꦱ꧀ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦩꦼꦤꦶꦏ꧀ꦩꦠꦶꦱꦤ꧀ꦱꦺꦠ꧀ꦄꦠꦻꦴꦱꦼꦮꦏ꧀ꦠꦸꦮꦏ꧀ꦠꦸ꧈ꦱꦩ꧀ꦧꦶꦭ꧀ꦝꦶꦠꦼꦩꦤꦶꦱꦼꦒꦼꦭꦱ꧀ꦠꦺꦃꦤꦱ꧀ꦒꦶꦛꦼꦭ꧀ꦝꦤ꧀ꦲꦶꦣꦔꦤ꧀ꦒꦺꦴꦫꦺꦔꦤ꧀ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀꧉ꦩꦸꦁꦏꦶꦤ꧀ꦱꦗꦩꦼꦫꦺꦏꦪꦁꦣꦠꦁꦏꦼꦧꦸꦏꦶꦠ꧀ꦆꦤꦶꦊꦧꦶꦃꦩꦼꦔꦼꦤꦭ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦥꦫꦶꦮꦶꦱꦠꦧꦫꦸꦪꦁꦱꦼꦩꦏꦶꦤ꧀ꦧꦼꦂꦩꦸꦤ꧀ꦕꦸꦭꦤ꧀ꦛꦶꦱꦼꦄꦤ꧀ꦠꦺꦫꦺꦴꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗ꧉ꦣꦠꦁꦱꦼꦏꦼꦣꦂꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦧꦼꦂꦱꦺꦭ꧀ꦥ꦳ꦶꦣꦼꦩꦶꦫꦸꦠꦶꦤꦶꦠꦱ꧀ꦄꦥ꧀ꦭꦺꦴꦠ꧀ꦱ꧀ꦠꦠꦸꦱ꧀꧊ꦄꦏꦸꦱꦸꦣꦃꦣꦶꦱꦶꦤꦶ꧊ꦠꦼꦫꦶꦪꦏ꧀ꦚ꧉꧐꧉
꧋꧐꧋ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦏꦶꦱꦃꦱꦼꦱꦼꦣꦼꦂꦲꦤꦄꦥꦥꦸꦤ꧀ꦥꦼꦤ꧀ꦠꦶꦁꦣꦶꦕꦼꦫꦶꦠꦏꦤ꧀꧉ꦄꦥꦭꦒꦶꦆꦠꦸꦩꦼꦚꦁꦏꦸꦠ꧀ꦱꦼꦗꦫꦃꦪꦁꦏꦶꦠꦥꦼꦂꦤꦃꦥꦼꦭꦗꦫꦶ꧉ꦧꦫꦁꦏꦭꦶꦏꦼꦠꦶꦏꦏꦶꦠꦧꦼꦂꦠꦚꦥꦣꦥꦼꦔꦸꦤ꧀ꦗꦸꦁꦣꦶꦧꦸꦏꦶꦠ꧀ꦧꦁꦏꦺꦭ꧀ꦆꦠꦸꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁꦱꦶꦪꦥꦏꦶꦲꦗꦂꦢꦺꦮꦤ꧀ꦠꦫꦄꦠꦻꦴ꧈ꦣꦺ꧈ꦌꦂ꧈ꦱꦸꦮꦂꦢꦶꦱꦸꦂꦪꦤꦶꦁꦫꦠ꧀?ꦣꦸꦒꦄꦤ꧀ꦱꦪꦧꦚꦏ꧀ꦛꦫꦶꦩꦼꦫꦺꦏꦪꦁꦠꦲꦸ꧉ꦠꦥꦶꦧꦼꦂꦠꦚꦭꦃꦥꦣꦩꦼꦫꦺꦏꦱꦶꦪꦥꦏꦶꦱꦸꦠꦠ꧀ꦩꦱꦸꦂꦪꦏꦸꦱꦸꦩ?ꦩꦸꦁꦏꦶꦤ꧀ꦱꦗꦠꦶꦣꦑꦏ꧀ꦧꦚꦏ꧀ꦪꦁꦩꦼꦔꦼꦂꦠꦶ꧉꧐꧉
꧋꧐꧋ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦮꦶꦱꦠꦣꦭꦩ꧀ꦥꦤ꧀ꦛꦔꦤ꧀ꦱꦪꦗꦶꦏꦧꦼꦂꦣꦼꦏꦠꦤ꧀ꦛꦼꦔꦤ꧀ꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦪꦁꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶꦤꦶꦭꦻꦏꦼꦱꦼꦗꦫꦲꦤ꧀ꦱꦼꦩꦼꦱ꧀ꦠꦶꦚꦠꦶꦣꦏ꧀ꦠꦼꦂꦥꦶꦱꦃꦏꦤ꧀꧉ꦠꦁꦒꦸꦁꦗꦮꦧ꧀ꦥꦼꦔꦼꦭꦺꦴꦭ꧈ꦣꦶꦄꦤ꧀ꦠꦫꦚꦩꦼꦤ꧀ꦕꦫꦶꦕꦫꦧꦒꦻꦩꦤꦏꦶꦠꦣꦠꦁꦠꦏ꧀ꦱꦼꦏꦼꦣꦂꦩꦼꦤꦶꦏ꧀ꦩꦠꦶꦱꦼꦤ꧀ꦗꦣꦤ꧀ꦱꦺꦭ꧀ꦥ꦳ꦶꦱꦗ꧉ꦠꦼꦠꦥꦶꦗꦸꦒꦧꦒꦻꦩꦤꦩꦼꦔꦼꦤꦭ꧀ꦏꦤ꧀ꦧꦃꦮꦣꦶꦥꦸꦤ꧀ꦕꦏ꧀ꦧꦸꦏꦶꦠ꧀ꦆꦠꦸꦏꦶꦠꦗꦸꦒꦣꦥꦠ꧀ꦥꦼꦔꦼꦠꦲꦸꦮꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁꦗꦱꦢ꧀ꦱꦶꦪꦥꦧꦼꦂꦱꦼꦩꦪꦩ꧀ꦛꦶꦩꦏꦩ꧀ꦏꦼꦭꦸꦮꦂꦒꦆꦠꦸ?꧉꧐꧉
꧋꧐꧋ꦧꦫꦁꦏꦭꦶꦗꦶꦏꦠꦶꦢꦏ꧀ꦄꦣꦏꦶꦱꦸꦠꦠ꧀ꦩꦪꦁꦱꦼꦭꦭꦸꦩꦼꦩꦁꦒꦶꦭ꧀ꦱꦼꦥꦸꦥꦸꦚꦆꦠꦸꦣꦼꦔꦤ꧀ꦱꦼꦧꦸꦠꦤ꧀ꦏꦶꦄꦗꦂꦱꦄꦠ꧀ꦆꦤꦶꦏꦶꦠꦧꦫꦁꦏꦭꦶꦠꦶꦣꦏ꧀ꦠꦲꦸꦏꦶꦲꦗꦂꦢꦺꦮꦤ꧀ꦠꦫ꧉ꦏꦶꦠꦱꦼꦧꦠꦱ꧀ꦩꦼꦔꦼꦤꦭ꧀ꦚꦱꦼꦧꦒꦻ꧈ꦣꦺ꧈ꦌꦂ꧈ꦱꦸꦮꦂꦢꦶꦱꦸꦂꦪꦤꦶꦁꦫꦠ꧀꧉ꦏꦉꦤꦕꦫꦱꦼꦱꦼꦥꦸꦃꦚꦩꦼꦩꦁꦒꦶꦭ꧀꧈ꦣꦺ꧈ꦌꦂ꧈ꦱꦸꦮꦂꦢꦶꦣꦼꦔꦤ꧀ꦱꦼꦧꦸꦠꦤ꧀ꦏꦶꦄꦗꦂꦩꦏꦣꦶꦈꦱꦶꦪꦠꦸꦮꦚ꧈ꦣꦺ꧈ꦌꦂ꧈ꦱꦸꦮꦂꦢꦶꦩꦼꦔꦸꦧꦃꦤꦩꦚꦩꦼꦤ꧀ꦗꦣꦶꦏꦶꦲꦗꦂꦢꦺꦮꦤ꧀ꦠꦫꦠꦺꦴꦏꦺꦴꦃꦧꦸꦣꦶꦈꦠꦩꦪꦁꦏꦶꦠꦏꦼꦤꦭ꧀ꦆꦠꦸ꧉꧐꧉
꧋꧐꧋ꦏꦶꦱꦸꦠꦠ꧀ꦩꦱꦼꦥꦸꦥꦸ꧈ꦣꦺ꧈ꦌꦂ꧈ꦱꦸꦮꦂꦢꦶꦆꦠꦸꦣꦶꦩꦏꦩ꧀ꦏꦤ꧀ꦛꦶꦧꦸꦏꦶꦠ꧀ꦧꦁꦏꦼꦭ꧀ꦱꦿꦶꦩꦸꦭꦾ꧉ꦣꦶꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦣꦺꦱꦣꦼꦔꦤ꧀ꦧꦼꦒꦶꦠꦸꦧꦚꦏ꧀ꦗꦼꦗꦏ꧀ꦱꦼꦗꦫꦃꦠꦥꦶꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦠꦏ꧀ꦠꦼꦂꦱꦼꦤ꧀ꦠꦸꦃ꧉ꦄꦃꦱꦪꦱꦸꦣꦃꦧꦼꦂꦗ꦳ꦶꦪꦫꦃꦏꦼꦱꦤꦥꦣꦱꦼꦧꦸꦮꦃꦱꦼꦤ꧀ꦗꦪꦁꦱꦼꦤ꧀ꦛꦸ꧉
꧋ꦱꦶꦠꦶ꧇ ꦤꦭꦶꦏꦲꦣꦶꦏꦸꦲꦉꦥ꧀ꦭꦲꦶꦂ꧈ ꦮꦺꦴꦁꦠꦸꦮꦏꦸꦧꦶꦔꦸꦁꦲꦺꦴꦭꦺꦃꦲꦺꦲꦁꦒꦺꦴꦭꦺꦏ꧀ꦏꦏꦺꦗꦼꦤꦼꦁ꧉ ꦧꦥꦏ꧀ꦲꦉꦥ꧀ꦲꦚ꧀ꦗꦼꦤꦼꦁꦔꦏꦺꦱꦸꦗꦤ꧈ ꦱꦶꦔ꧀ꦧꦺꦴꦏ꧀꧇ ꦱꦸꦠꦢꦶ꧉
꧋ꦈꦠꦫꦶ꧇ ꦧꦉꦁꦮꦶꦱ꧀ꦭꦲꦶꦂꦱꦶꦢꦤꦺꦗꦼꦤꦼꦁꦔꦺꦱꦥ꧉
꧋ꦱꦶꦠꦶ꧇ ꦱꦸꦥꦶꦤꦃ꧈ ꦲ꧀ꦭꦃꦮꦺꦴꦁꦮꦢꦺꦴꦤ꧀꧉
ꦱꦼꦏꦽꦠꦫꦶꦪꦠ꧀ Sekretariat:
ꦏꦩ꧀ꦥꦸꦁꦄꦏ꧀ꦱꦫꦥꦕꦶꦧꦶꦠ
ꦧꦶꦤ꧀ꦠꦫꦤ꧀ꦮꦺꦠꦤ꧀ꦱꦿꦶꦩꦸꦭ꧀ꦚꦥꦶꦪꦸꦁ
ꦔꦤ꧀ꦧꦤ꧀ꦠꦸꦭ꧀ꦪꦺꦴꦒ꧀ꦚꦏꦂꦠ
Kampung Aksara Pacibita
Bintaran Wetan 06 Kalurahan Srimulyo, Kapanewon Piyungan, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55792
ꦲꦫꦶꦆꦤꦶ Hari ini | 34 | |
ꦏꦼꦩꦫꦶꦤ꧀ Kemarin | 242 | |
ꦩꦶꦁꦒꦸꦆꦤꦶ Minggu ini | 1170 | |
ꦧꦸꦭꦤ꧀ꦆꦤꦶ Bulan ini | 3175 | |
ꦏꦼꦱꦼꦭꦸꦫꦸꦲꦤ꧀ Keseluruhan | 280480 |